|
Lombok paradiso! @ no name beach |
Sepulang dari Rinjani,
kaki lecet semua, pinggul, dan pundak pun kelebihan asam laknat laktat akibat
memanggul karier 20 kg yang basah selama 3 hari. Harusnya hal itu menjadi
alasan yang logis untuk mengistirahatkan sejenak di kasur yang empuk. Namun,
tidak bagi saya, eman sudah jauh-jauh ke Lombok, kok malah tidur.
Langsung saya cari rental motor, dan cuss, sorenya sudah jalan-jalan di Pantai Senggigi, Nipah,
dan dapat sunset di Pantai Malimbu.
Hari selanjutnya,
setelah perih di sekujur kaki sudah bisa diajak kompromi, saya siap untuk
melakukan perjalanan panjang lagi. Subuh buta kami sudah mandi dan
mempersiapkan motor sewaan kami. Berbekal dengan selembar peta dan setangki
penuh bensin di motor, kami menyusuri jalan panjang ke Lombok Timur. Dari
Mataram di tepian selat Lombok hingga Jerowaru di tepian selat Alas memakan
waktu sekitar 3 jam perjalanan motor. Ada dua alternative jalan besar yang bisa
diambil. Melalui jalur tengah, ataupun jalur selatan (bandara Praya). Saya
pilih jalur tengah untuk berangkat dan jalur selatan untuk pulangnya. Jalur
tengah lebih berbukit-bukit.
Sepagi itu belum banyak
kendaraan yang melitas di jalan raya. Jalanan yang rindang, Rinjani di sebelah
kiri, dan persawahan di sepanjang jalan, membuat hati ini bersenandung riang.
Perasaan yang sama ketika berkendara di pelosok Kintamani atau pedalaman Gunungkidul. Ahh, nikmat Tuhan yang manakah yang kau dustakan?
Sesekali jalanan
melintasi ibukota kecamatan yang ditandai dengan perempatan yang ramai dengan
cidomo (cikar, dokar, motor), pasar yang ramai dengan aneka hasil bumi, dan tentu
saja, ATM. Selepas terminal Sweta, pusat keramaian yang dilalui adalah Narmada,
Sedau, Mantang, Kopang, Terara, dan Sikur. Di sepanjang jalan itu pula, saya
mendapati banyak papan penunjuk objek wisata yang sayang sekali tidak sempat
saya kunjungi karena terbatasnya waktu; seperti Taman Narmada, Air terjun
Benang Setokel, Otak Kokok, dan Jeruk Manis. Mudah-mudahan lain kali.
Di Kecamatan Sikur, ambil
jalan ke selatan menuju Sakra dan Keruak. Mulai dari Sikur, jalanannya tidak
sebesar jalan provinsi seperti sebelumnya dan mulai diperlukan tanya di sana
sini agar tidak tersesat. Di Desa Pemokong, terdapat pertigaan yang ke kanan ke
arah Ekas sedangkan ke kiri ke arah Temeaq/ Pantai Pink. Saya ambil arah kiri
terlebih dahulu.
Pantai Cemara.
Berawal dari kepedean
saya yang nekat saja mengikuti aspal tanpa bertanya penduduk lokal, akhirnya
saya menemukan pantai ini, padahal niatnya mau ke Pantai Pink.
|
ini masih indonesia lho Bro. |
Sesuai namanya, di
Pantai ini terdapat beberapa pohon cemara yang tumbuh di antara pasir putih dan semak-semak berduri.
Saat itu sepi-eh bahkan tidak ada satupun pengunjung. Belum ada jejak kaki
manusia, hanya ada jejak kaki anjing dan kepiting. Pantainya putih dan
memantulkan sinar matahari, silau sekali. Di samping pohon cemara terdapat
bukit untuk memandang pantai dari ketinggian. Ternyata panjang juga garis
pantainya. Di atas bukit ada 4 pohon yang membentuk segiempat. Sungguh
fotogenik jika foto di tempat itu dengan begron birunya langit dan air laut
yang bergradasi. Saya jadi ngiler pengen foto prewed di sana.
|
I love this beach. Smooth sand as baby powder |
Yang paling saya suka
dari pantai ini adalah pasir nya yang selembut bedak. Jadilah sebotol pasir dari sini
saya bawa pulang untuk kenang-kenangan.
Pantai Semerang.
Beberapa kilo dari
pantai Cemara terdapat pondok bambu. Lengkap dengan perahu nelayan, beberapa
gubuk, dan juga hamparan rumput laut yang sedang dikeringkan. Pantai ini ramai
dengan penduduk lokal yang mencari nafkah dari melimpahnya hasil laut pantai
selatan. Anak-anak kecil bertelanjang dada tetap tertawa riang ketika difoto
meskipun udara saat itu terik sekali. Mereka ramah dan dari merekalah pula saya
tahu nama pantai ini.
|
Meet them, they are so kind! |
Pasirnya tidak sehalus
pasir Pantai Cemara. Pantainya pun banyak ditumbuhi rumput laut sehingga
membuat warnanya agak kecoklatan. Kurang menarik dari segi estetika, tetapi, pengalaman
bercengkrama dengan anak-anak lokal di bawah gubuk beratapkan daun kelapa
sungguh patut dicoba.
Pantai Tanjung Bloam
Nah, seharusnya, dari
SMPN 1 Jerowaru ambil jalan belok kiri di pertigaan yang jalannya rusak parah,
bukan lurus yang ke Pantai Cemara tadi. Masih ada sekitar 5 km dengan kondisi
jalan berlubang biasa hingga berlubang yang digenangi air seperti kolam (sapi).
Di tengah perjalanan,
terdapat pintu masuk pantai Tanjung Bloam yang dipagar kawat berduri dan dijaga
dua satpam galak. Katanya pantai itu sudah dibeli oleh orang Jerman bernama
mister xxx (lupa -.-“) dan sudah dibangun resort. Jadi hanya pelanggan saja
yang boleh masuk kesana.
Damn, mana bisa seperti
ini? Pantai kan barang publik. Apalagi dibeli bule. Huff, Indonesia… Malas
berdebat dengan dua satpam itu, saya putuskan untuk cari pantai lain saja.
Pantai Pink/ Temeaq
|
cute, isn't it? |
Hanya ada 7 pantai
berwarna pink di dunia ini (versi on the spot kali ya), salah satunya di
Indonesia, di Pulau Komodo. Lhah? Kok di Lombok ada pantai pink juga? Ada 8
dong jadinya?
Terlepas dari
kontroversi jumlah pantai pink di dunia, saya yakin bakal ada lagi pantai pink
kesembilan kesepuluh dst yang nantinya akan ditemukan publik di dunia atau
bahkan di Indonesia, sebab pasti banyak pantai terpencil yang belum dieksplor/
ditemukan.
Jalan ke pantai pink
lebih parah lagi. Pepohonan yang rimbun membuat seakan berjalan di terowongan
pohon. Sesekali kita bisa menjumpai gerombolan sapi yang sedang berkubang
lumpur di tepi jalan. Ah, tentu saja saya berhenti dan memotret mereka. Sudah
lama sekali saya tidak menemukan pemandangan seperti ini.
Sudah ada beberapa
pondok di atas bukit di pantai Pink ini. Kamar mandi dan warung-warung pun
sudah tersedia. Meskipun jauh, banyak turis asing yang berduyun-duyun ke sini.
Menurut penduduk lokal,
pantai ini sudah tidak se-pink dulu karena telah tercampur dengan tanah
daratan. Landscape yang sempurna dengan bukit-bukit, pasir kemerahan, dan ombak
kecil karena terhalang beberapa pulau yang seolah terapung mengepung pantai
ini. Beberapa perahu tertambat di pantai menawarkan pengunjung yang hendak
menikmati pemandangan melintasi pulau-pulau kecil tersebut menyusuri Pantai di
sepanjang Jerowaru ini.
|
Warna pink katanya berasal dari pecahan kerang2 warna merah yang dominan di sini. |
Pantai Batu Dagong
Setelah dari Temeaq,
saya memilih balik arah untuk menuju kawasan Ekas. Pantai pertama yang saya
jumpai ini juga karena tersesat. Kali ini bukan karena tak mau bertanya, tapi
memang karena tak ada penduduk lokal untuk bertanya arah. Bahkan saya tak tahu
bagaimana cara turun ke pantainya. Saya Cuma mendapati jalan yang berakhir di
tepian bukit. Jadilah kami hanya foto-foto dari atas bukit.
|
Ada pantai di bawah bukit itu. Cuma saya nggak tau gimana cara turunnya. |
Pantai Sungkun
Setelah bertemu dengan
seorang penduduk lokal, saya baru tahu kalau pantai yang di atas bukit tadi
bernama Batu Dagong. Dan beliau juga menunjukkan jalan ke pantai lain yang
biasanya dicari turis untuk selancar.
|
Alone Alone! Salah satu favorit saya, cakep! |
|
Pulau kecil di Sungkun, Subhanallah |
|
great barrier coral di Sungkun |
Jalan ke Pantai Sungkun
dipenuhi ilalang tinggi dengan bunga putih yang melambai tertiup angin. Ketika
motor saya berhenti di tepian jalan, sesaat saya menahan nafas. Maha Karya sang
Pencipta terpampang di depan mata. Dua buah pulau yang digempur ombak
besar-besar mengapung di kejauhan. Pantai di sini dibatasi oleh batuan yang
memanjang menghalau gelombang laut yang tinggi. Pasirnya putih bundar-bundar
dengan tekstur seperti merica. Tidak ada orang di sana.
Sekilo dari pantai itu,
terdapat padang rumput luas dengan bukit-bukit teletabis yang mengingatkan saya
akan Jalur Ayak-Ayak Gunung Semeru. Saya ikuti saja jalan setapaknya dan
ternyata ia berakhir di pinggir pantai (entah namanya apa) juga. Lagi-lagi tak
ada orang. Ahhh, indahhh sekali.
|
di pantai tak bertuan tak bernama |
|
Ini nyata, di pinggir pantai, bukan di Semeru! |
Pantai Surga dan Pantai
Planet
Saya mengakhiri
perjalanan tur pantai selatan Lombok Timur dengan kurang manis. Saat itu sudah
pukul 16.00 dan saya masih berniat blusukan cari pantai-pantai lain. Ada papan
penunjuk kedua pantai tersebut. Namun di tengah jalan saya dihadang oleh
seorang lokal berkulit coklat, bermata merah, dan berseragam. Dia mengancam
agar jangan pernah coba ke Pantai Surga demi keselamatan. Katanya jalannya rusak
dan becek dimana-mana sehingga susah dilalui motor, Padahal jelas-jelas saya
melihat beberapa turis asing dengan motor matic dan papan selancar berbelok ke
arah pantai itu. “Nggak usah saja Mas, lebih baik pulang. Tidak aman” katanya
dengan mulut bau alcohol. Terpaksa saya mengalah karena sudah agak sore dan
sinyal hp pun tak ada sama sekali sehingga akan sulit menghubungi siapapun
kalau terjadi apa-apa, mana masih tiga jam kan ke mataram. Hihi. Coba agak
siang dikit, pasti saya nekat ke kedua pantai tersebut. Namanya itu lho, bikin
penasaran. Pantai Surga meeen!!
|
Mission to Heaven incomplete. Next time maybe! |
Sebetulnya masih banyak
sekali pantai cantik yang ada di semenanjung Jerowaru dan Ekas tersebut kalau
kita mau terus menuruti rasa penasaran akan setiap persimpangan jalan. Seperti
Pantai Tanjung Ringgit (yang katanya ada mercusuarnya), Ujung Ketangga,
Sekarah, Tanjah-anjah, Penyu, Putit, Bagik Cendo, dsb. Semoga lain kali ada
kesempatan kesana lagi, sebelum makin banyak Pantai yang dibeli/ dibangun resor
oleh orang asing dan dipasang kawat berduri.
Selamat merencanakan perjalanan ke Lombok ya, Anda.