Saturday 27 July 2013

Kota Paling Tentram, Rumah Segala Rindu, Jogjakarta

"Asal dari mana?"
"Dari kota paling tentram, rumah segala rindu, Jogjakarta."
Jawab seorang teman Saya yang saat ini bekerja di Waingapu, NTT.

welcome 'home'
Sejenak saya berpikir bahwa sepertinya alasan itu juga yang akan saya jawab kalau ditanya, “kenapa sih kok seneng banget main ke Jogja?” Betapa banyak tulisan saya tentang catatan perjalanan di sana sejalan dengan jumlah kesempatan ke Provinsi yang (super) komplit destinasinya itu.

Terakhir ke sana, April 2013 setelah menghadiri pernikahan teman di Magelang.

Bangun untuk sholat subuh di kampung Muhammadiyah Suronatan Kota Jogja sungguh mudah bagi seorang muslim yang tinggal di sana. Adzan bersahut-sahutan dari pengeras di menara masjid ditambah para tetangga yang berduyun-duyun memenuhi jalan ke masjid membuat tenteram hati di permulaan hari. This going to be a good day. Sepulangnya, suara tilawah mengalun dari setiap jendela rumah-rumah tua mendominasi indera pendengaran.

Di belakang masjid, ada persewaan sepeda onthel, per jam Rp3.000,00. Well, pasti menarik gowes jam 5 pagi di jalanan Jogja yang masih sepi. Kuayun sepeda, bersamaan dengan becak-becak dan motor membonceng ibu-ibu. Sepertinya ke pasar.

Perhentian pertama, KM 0. Pictures tell more than words.
gedung BNI yang fotogenik. KM 0
rehat sejenak,
menikmati perempatan yang sepi
Selanjutnya ke alun-alun lor dan Kampung Ngasem. Rute becak yang biasanya ramai itu, kini sepi dan terlihat aslinya. Untuk sejenak, bangunan-bangunan itu istirahat sebelum agak siang nanti, dijubeli ribuan orang yang belanja bakpia dan kaos dagadu. Oiya, jadi ingat, kalau mau lihat kampung pembuatan bakpia, ke Kampung Pathuk lah. Di sana ada gang yang hampir semua rumahnya memproduksi bakpia. Fresh from the oven! Dan menurut saya, bakpia terlembut memang dari sana (mungkin gara-gara masih panas ya).

Kemudian saya meneruskan ke Pasar Burung Ngasem. Pasar tradisional (kebanyakan menjual jajanan) yang meriah, sungguh. Turis pasti senang kalau tahu tempat itu.

Di belakang pasar, ada Water Castle

Gapura Ngasem



Para ibu berbelanja di Ngasem
teater yang baru dibangun di Puri Air

Di belakangnya ada Puri Air (water castle, red). Pagi itu, fajar membuat dindingnya menyala merah. Dengan beberapa burung walet dan siluet gunung Merapi di kejauhan menyempurnakan lansekap simetris benteng ini.

Jajanan Pasar
Menyusuri lorong bawah tanah, maksud saya ingin ke sumur gemuling yang subhanalloh, cantik sekali di iklan pariwisata visit Indonesia itu. Sayang masih kepagian, tutup.

Taman Sari pun juga tutup, tapi dari pintu belakang, saya bisa masuk ke sebagian besar bagiannya. Sama seperti Puri Air, Dindingnya tampak menyala.
benteng, luar biasanya arsitek jaman dulu


the tunnel
pintu masuk sumur gemuling, :( lagi tutup

Pintu depan

Pintu belakang taman

those puppies
playing around Taman Sari
The Lumierre Swan of South Alun-Alun 
Soto Lentok, Lentoknya dari singkong

kelihatannya Ibu ini akan bisa melalui dua beringin
Apa penutupnya bolong ya?
Dari sana, saya sarapan dulu di trotoar alun-alun lor. Sambil menikmati soto lentok, ternyata jalanan mulai ramai. Mengakhiri perjalanan ini, saya ke alun-alun kidul yang terdapat beringin kembar symbol mitos yang sangat terkenal dari Jogja itu. Terpenting, Saya jingkrak-jingkrak begitu mendapati sepeda angsa yang penuh lampu terparkir di seberang alun-alun. Sungguh, iklan visit Indonesia itu menghipnotis dan membuat saya sampai terobsesi mencari angsa itu di sarangnya. Sayang, ini siang, kalau malam, yakin pasti romantis naik angsa di jalanan Jogja.    


See You Very Soon, Jogja.      

Saturday 20 July 2013

Pandhawa Beach, An Upcoming Popular Destination of Bali

Tiada yang menyangsikan keindahan Bali sebagai destinasi wisata segala musim, usia, dan kewarganegaraan. Semua pasti setuju kalau Pulau Dewata itu “tempat-untuk-didatangi-lagi-kedua- kalinya”. Nah, karena itulah Bali menjadi teramat sangat penuh baik oleh wisatawan asing maupun domestik, terutama pantainya. Kuta, Seminyak, Legian, Jimbaran, Dreamland, Uluwatu, Bluepoint, Padang-Padang, Sanur, Lovina, telah menjadi sangat “berisik”dengan banyaknya turis dimana-mana.

Hal ini membuat Saya mencari-cari objek wisata Bali yang tidak terlalu ramai dan tidak terlalu terkenal dalam kesempatan April kemarin. Caranya? Dengan berselancar di dunia maya mencari objek wisata baru di Bali. Dalam hemat Saya, setidaknya objek wisata yang baru pasti belum terlalu terkenal dan belum banyak turis di sana.

Salah satu hasil pencarian saya adalah Pantai Pandhawa. Lokasinya di Desa Kutuh, Kec. Kuta Selatan, Badung. Letaknya kalau di peta, ada di tenggara anak pulau Bali.
lokasi Pandhawa

Ekspektasi Saya ya cuma ada segelintir orang di pantai plus penduduk lokal. Rupanya, sesepi apapun, selama itu Bali, tetap ramai ya. -.-“

Rute ke sana:
Dari Bandara Ngurah Rai atau Denpasar, keluar menuju By Pass Ngurah Rai dan tetap lurus ke selatan. Ketemu pertigaan Udayana, ikuti signboard sampai GWK. Satu kilometer dari GWK ada pertigaan yang ada supermarket Nirmala di sisi kanan jalan, ambil kiri menuju arah Bali Cliff/ Nusa Dua. Sekitar 2 KM ada pertigaan dan ambil arah ke kiri untuk menuju Pantai Pandawa. Ikuti jalan lurus hingga menemukan signboard besar Pantai Pandawa di perempatan (hati-hati, perempatannya hanya gang kecil saja). Belok kanan dan ikuti jalan sampai habis sekitar 4 KM, anda akan tiba di Pantai Pandawa. Perjalanan dari bandara sekitar 1 jam.

beraspal halus
Tenang, sepanjang perjalanan, jalanan sudah halus dan cukup sepi. Sebelum sampai Pantai, Anda akan disambut tebing-tebing batu/kapur di kiri kanan jalan. Hal ini mengingatkan saya akan rute ke pantai Wediombo, Gunungkidul.

jalanan memecah tebing kapur
Sebelum masuk, Anda harus bayar retribusi pakir Rp3.000,00 per motor dan Rp10.000,00 per mobil. Di belokan terakhir, pantai terhampar luas dengan tebing batu tinggi di belakang yang sepertinya sangat cocok untuk melihat sunrise maupun sunset dari ketinggian.


pantai dari atas tebing kapur
bekas festival Pandhawa,
kalau tidak salah, tiap awal tahun



cantik bukan? :D

Seperti milik berdua, ecieee

sunset, yang paling cantik seharusnya sunrise nya

perahu nelayan rumput laut
salah satu patung di dalam tebing
Tebingnya dipahat dan dilubangi. Isinya beberapa patung Pandhawa yang besar hasil sumbangan masyarakat/ tokoh.

Menginjak pasir yang putih, mata Anda akan dimanjakan oleh pemandangan cantik payung-payung milik beberapa warung yang dipenuhi turis asing. Nun jauh di sisi timur dan barat ada pantai lagi sambung menyambung. Ada gazebo di tebing pemecah ombak sisi timur mirip yang terdapat di Pantai Sanur.

Oiya, di pantai ini banyak terdapat rumput laut. Tak heran jika beberapa penduduk lokalnya bermata pencaharian sebagai petani rumput laut yang menggelar hasil panennya di pantai untuk dikeringkan (jadi ingat pantai-pantai di Gunungkidul Yogya yang juga penuh rumput laut dimana-mana).

Di sini, Anda bebas untuk memilih berenang (karena ombaknya cukup tenang), bermain kano, naik perahu, makan-makan di payung pantai dan gazebo, atau sekedar berjemur laiknya turis asing.

mau sewa perahu? 

Simpulannya, menurut Saya, bagian paling menarik dari pantai ini adalah tebing-tebing kapurnya yang dipahat. 

So, then, Go Explore Our Beloved Country!