Monday 11 June 2012

Aku Hanya Bernama Bintang


Sudah ku sembunyi di balik buih dan ombak,
Tetap saja engkau menemukanku.
Sudah ku berdiam diri di balik pasir dan karang,
Tetap saja engkau mencariku.

Sungguh, bukan aku
Yang kau cari…
Bukan aku pula yang kau butuhkan.

Aku hanya bernama bintang.

Salahkan mereka,
Yang menganggapku terang,
Yang memandangku tinggi,
Yang melihatku penting.

Padahal,
Aku hanya bernama bintang.
Kau tahu itu
Seharusnya.
@carita, captured by Ceu Inten
versi krayon 10 Juni 2012

Thursday 7 June 2012

Soal Akuntansi (Jurnal Penyesuaian)


Kasus CV SUPERSERIES














CV SUPERSERIES adalah sebuah perusahaan bergerak di bidang jasa pengecatan kantor, rumah
dan tempat -tempat lainnya, berikut ini data neraca per 31 desember 2007
NERACA SALDO 
Per 31 Desember 2007
( dalam rupiah )
No Akun Saldo 
Akun DEBIT KREDIT
101 Kas 20.000.000  
102 Surat- surat berharga 6.000.000  
103 Piutang Usaha 17.000.000  
104 Perlengkapan 2.000.000  
105 Asuransi Dibayar dimuka 1.200.000  
106 Sewa Dibayar di muka 6.000.000  
121 Peralatan 10.000.000  
122 Akumulasi Penyusutan Peralatan   1.500.000
123 Kendaraan 57.000.000  
124 Akumulasi Penyusutan Kendaraan   8.000.000
201 Hutang Usaha   18.500.000
202 Hutang Bank   8.000.000
301 Pendapatan diterima dimuka   6.000.000
302 Modal Amad   65.000.000
303 Prive Ahmad
2.200.000
401 Pendapatan jasa   19.000.000
501 Beban Gaji 7.200.000  
502 Beban Iklan 500.000  
503 Beban Listrik dan Telp 700.000  
504 Beban Lain-lain 200.000  
505 Beban Bunga 400.000  
    128.200.000 128.200.000





Data untuk penyesuaian per 31 desember 2007
a Surat berharga berupa Obligasi senilai Rp 6.000.000 dengan mendapat bunga 20 % per tahun

dimana bunga akan diterima tiap tanggal 1 Agustus dan 1 Februari
b Perlengkapan masih tersisa senilai Rp. 1.250.000

c Sewa kantor untuk 6 bulan terhitung sejak 1 November 2007

d Pendapatan diterima dimuka untuk pekerjaan jasa pengecatan 6 kantor dan

sampai 31 desember baru selesai 3 kantor

e Gaji karyawan yang masih harus dibayar Rp. 1.800.000

f Beban Iklan untuk bulan desember Rp. 200.000

g Peralatan disusutkan 5 % 


h Penyusutan kendaraan untuk bulan desember Rp. 2.000.000

DIMINTA

Sebagai seorang  'Accounting Staff' anda diminta perusahaan untuk 

1. Membuat Jurnal Penyesuaian 



2. Menyelesaikan  Kertas Kerja


SELAMAT MENGERJAKAN SEMOGA BERHASIL !




Wednesday 6 June 2012

Salah Sendiri Pilih STAN (2)


Ketika kuliah, kami sudah terbiasa “dipisahkan” dengan teman-teman kami.  Tiap semester, melalui SK kepala BPPK, ada saja beberapa yang harus Drop Out. Sedih? Tentu saja. Betapa hampa melihatnya membawa tas besar meninggalkan kosan dan pamitan kepada kami, yang tersisa?

Paling parah adalah saat menjelang kelulusan. Rasanya menyesakkan sekali berpisah setelah tiga tahun menghadapi ujian dan kegalauan bersama-sama. Badminton, Kuliah, Tentir, termasuk mbolang Jakarta.
Setelah lulus, apakah masalah selesai?

Oh, tidak. Perjalanan baru saja dimulai, Nak. Siapkan mental Anda. Pertama, pengumuman instansi yang tentu saja berbeda-beda. Ini secara tidak langsung mengerucutkan teman akrab Anda menjadi “teman-teman se-instansi” saja. Kedua, pengumuman lokasi magang. Memasuki kantor baru, dengan orang-orang dan watak baru, membuat Anda harus berusaha ekstra beradaptasi dengan kebiasaan teman-teman yang baru pula. It’s hard, true.

Lalu, ketika Anda mulai menemukan zona nyaman, gossip-gosip mutasi berhembus. Katanya besok, besok lusa, besok lusanya lagi, sampai Anda bosan dan lupa dengan sendirinya. Sepertinya tidak jadi. Kembali Anda merasa “everything alright”.

Dan di pagi yang cerah, ibu-ibu berkumpul di bawah mesin absensi finger print. Saling berpelukan, beberapa sesenggukan, dan sekilas terlihat hidung dan pipinya memerah. Saya, anak magang, masih, mencuri pandang dengan heran.
Begitu menyalakan PC, ada notifikasi upload SK mutasi semalam. Ya Allah, déjà vu rasanya. Seperti di kampus dulu. Tak lama kemudian acara pamit-pamitan dilakukan di kantor. Sekarang, saya, anak magang, tidak lagi memandang dengan heran. Saya sudah paham, seumur hidup kami akan berinteraksi banyak-banyak dengan tissu dan tangis perpisahan.

Saran saya, bertemanlah di permukaan, jangan berlebihan apalagi melibatkan perasaan. Sadari bahwa sistem instansi ini meminta kita untuk punya hati yang tegar dan tidak cengeng.
Namun, saya pribadi sih tidak terlalu yakin dengan keabsahan saran tersebut, sebab saya sendiri belum bisa. Wanna try?

Terpenting, salah sendiri pilih STAN.

Wish Us all the best.       

Salah Sendiri Pilih STAN (1)

salah sendiri pilih STAN
Selalu seperti ini. Sejak kuliah, kami selalu berinteraksi dengan “ketidaktenangan” atas segala sesuatu. Jangan heran kalau kata “galau” amatlah populer di kampus kami. Demi apa, sebuah tabloid triwulanan kampus mengulas panjang lebar mengenai “galaumeter”-sebuah ukuran tingkat kegalauan seseorang- dalam sebuah edisi menjelang UTS nya? Ya tak lain dan tak bukan karena kami gemar menggalau. Eits, itu bukan tanpa sebab lho.

Ketidakpastian selalu membayangi setiap mahasiswa STAN. Nilai yang tak transparan diumumkan, Ikatan dinas yang banyak digosipkan, IP yang tak kunjung diupload, Penempatan yang lama (random pula), serta banyak hal lainnya.

Hal ini diperparah dengan hobi bergosip mahasiswa STAN. Heran saya. Kampus dengan mayoritas laki-laki begini kok banyak sekali tukang gosipnya. Tak henti-hentinya mereka mendiskusikan kemungkinan-kemungkinan serta mengkhawatirkan segala sesuatu tentang apa yang belum datang. Grup facebook selalu ramai jadi ajang terror kiriman artikel yang mengatasnamakan kepedulian terhadap sesama teman. Padahal, alih-alih menenangkan, artikel tersebut justru membuat seisi grup makin bingung. Sisa percakapan di grup? Ya tentang curhatan dan keluh kesah mengenai kondisi yang belum pasti.

Kenapa ya bisa seperti ini…

Saya yakin, dan saya tahu betul, semua mahasiswa STAN cerdas. Minimnya arena penyaluran kecerdasan membuat kami gemar melakukan hal-hal tak guna. Dilengkapi dengan ketidakpastian yang saya jelaskan di atas  membuat hal-hal tak guna itu menjadi sangat sering terjadi.

Minim arena? Ya, minim. Dalam perspektif saya, puluhan elkam dan interest club yang berjibun di kampus masih belum banyak “dianggap” oleh mahasiswa. Sekalipun, misal, banyak yang hobi IT, toh klub IT kampus biasa-biasa saja jumlah peminatnya. Artinya, masalah bukan ada di elkamnya yang tidak menarik, atau interest clubnya kurang banyak, Bukan! Jadi jelas masalah ada di diri kami masing-masing.

Masuk kampus ini, dengan embel-embel pelat merahnya, sepertinya langsung mengubah mahasiswanya secara drastis menjadi apatis. Pemikiran bahwa, “ah, setelah lulus pasti penempatan toh? Gaji sama toh? PNS nanti kerjanya ya gitu-gitu toh?” praktis membuat peminat kegiatan kampus berkurang secara signifikan, dan jikapun ada yang mau ikut, lagi-lagi ya itu-itu saja.

Berbeda dengan pemikiran mahasiswa kampus non PTK. Setelah lulus, Anda dituntut untuk benar-benar survive cari duit sendiri! Seleksi alam hanya akan menyisakan yang terkuat dan paling siap menghadapi dunia kerja. Sehingga mahasiswa PTN dan PTS (yang sadar) akan benar-benar memanfaatkan masa kuliahnya untuk mencari bekal sebanyak mungkin. Dari sisi hardskill, mereka akan cari IP tinggi bila mengejar beasiswa S2 atau perusahaan bonafit. Softskill, jelas. CV yang bagian ‘pengalaman organisasi dan kursus’ penuh akan tampak lebih menarik bagi HRD perusahaan. Dan pengalaman interview di berbagai kegiatan kampus relatif akan memudahkan dalam menghadapi wawancara, setidaknya mereka tahu bagaimana rasanya sebelumnya.

Tapi, saya sudah kerja di Kemenkeu.
Tapi, saya sudah lulus.
Tapi, saya sudah mau PKL.
Tapi, saya sudah mau tingkat tiga.
Bagaimana?

Menyalahkan siapa? Salahkan diri kita sendiri. Siapa suruh mengabaikan puluhan pamphlet OR elkam yang bertumpuk-tumpuk di gedung D dan E? Siapa suruh selalu menolak diajak ngaji/acara kerohanian? Siapa suruh hanya gulung-gulung di kasur tiap akhir pekan? Siapa suruh selalu menutup kuping dengan segala macam sindiran baik lisan maupun tulisan seperti ini? Dan bahkan sekarang kita menafikkan kalau “Ya, saya telah melakukan kesalahan, dan saya mau berubah”.

Terpenting, salah sendiri pilih STAN.


My heart was left in Ali Wardhana college. Miss U so much.