Tenda kami di Archapada,
setelah berdiri, beberapa menit kemudian hujan deras....Subhanallah, sungguh saya bersyukur berkesempatan melihat sunrise dan wedhus gembel Mahameru di penghujung Desember yang basah ini. Kami sangat-sangat beruntung.
Tidak hanya masalah sunrise dan wedhus gembel, tapi
perjalanan kami memang sepertinya sangat diberkahi. Bagaimana tidak, di musim
penghujan yang basah ini, kami hanya mendapati gerimis kecil saat berangkat,
bahkan panas saat naik dari Ranu Kumbolo ke Kalimati, dan hujan deras
sepersekian menit ketika tenda kami sudah berdiri di Archapada.
Kembali melanjutkan cerita hari 3, setelah puas mengagumi
segala penjuru di Mahameru, kami turun. Kali ini saya dapat melihat jelas jalur
yang tadi 4,5 jam saya daki. Hehe, bisa juga ya rupanya mendaki setinggi ini. Antara
tidak percaya dan takjub.
Turunnya tidak susah, tapi sakit. Ujung-ujung jari kaki
harus berdarah-darah mengerem setiap tubuh ini meluncur tak terkendali. Kalau
tak berhenti juga, saya menjatuhkan –maaf- pantat saya ke pasir dan “plusurrr”
persis seperti TK dulu pas main perosotan pasir di tetangga yang lagi bangun
rumah (cuman ini pasirnya segede gunung, ehehe).
Sampai Archapada hanya sejam lebih sedikit dan sampai tenda
pukul 9. Langsung tertidur kami mengingat air juga tidak cukup untuk masak.
Kami putuskan untuk segera mengemasi tenda dan bergegas
menuju Ranu Kombolo sebelum hujan deras. Air kami sudah habis. Di kalimati kami
meminta sebotol air ke pendaki lain untuk lima orang sampai Ranu Kumbolo.
Tidak sarapan dan dehidrasi, membuat saya (dan saya yakin
teman-teman lain juga) lemas. Sedikit-sedikit break. Hampir saja saya
memutuskan untuk menyuruh 4 orang lain pergi duluan ke Ranu, dan saya menyusul
di belakang. Kasihan kalau harus berlama-lama gara-gara sering break. Sampai
akhirnya, di Jambangan, saya berpapasan dengan teman sekosan dulu pas di
kampus, Ferdhi, dan saya minta rampok crackers dan minumnya. ^^v
Mood booster yang baik rupanya berjumpa teman di gunung.
Walhasil, melintasi Cemoro Kandang, saya sprint tak lebih dari 40 menit.
Sesekali berhenti memberi kesempatan pendaki lain yang mau naik sambil berkata
“Ganbatte”! Ya, menyemangati pendaki lain selalu asyik!
Jalur "atas" Oro-Oro Ombo. Banyak Crop circle di bawah |
Lepas cemoro kandang, kami melalui Oro-Oro Ombo jalur atas.
Kami melipir ke kanan kearah bukit yang naiknya tidak terlalu terjal. Dari
atas, terlihat banyak tulisan-tulisan di sabana Oro-Oro Ombo mirip crop circle. Ketahuilah wahai para penulisnya, vandalisme (?) ini harus dihentikan. Bukannya bagus, malah bikin Oro-Oro Ombo lubang-lubang nggak jelas.
Finally, Ranu Kumbolo again. Lagi-lagi kami beruntung.
Sesaat setelah berteduh, hujan turun deras. Sambil menunggu hujan reda, kami
habiskan (masak) semua logistic agar tak terlalu berat, sisa mi instan dan
bubur kami bagi ke pendaki lain. Oiya, Minum sepuas-puasnya air Ranu.
Kami putuskan pulangnya tidak lewat jalur kemarin (Landengan
Dowo-Watu Rejeng) yang makan waktu 5-6 jam. Kami pilih jalur G. Ayak-ayak yang
katanya bisa cuma 4 jam saja. Padahal, tidak seorang pun dari tim ini yang
pernah lewat jalur ini.
Bukit Teletabis Rute Ayak-Ayak |
Setelah tanya dan cukup yakin, kami berangkat. Saat itu
pukul 4 sore. Setengah jam pertama, jalurnya indah sekali. Jalan setapak yang
dikelilingi Bukit Teletabis dimana-mana. Selanjutnya mulai naik, naik, dan naik
terus. Rasanya tiada habisnya. Ini seperti Archapada kedua yang didaki dengan
stamina sisa belasan persen bekas summit. Gunung Ayak-ayak! Ayak ayak wae atuh (sunda gagal)
Dari atas Bukit Teletabis |
Tepat sampai pucak saat adzan magrib (serius kedengar jelas
adzannya). “Bentar lagi” batin saya. Lha wong kampung nya udah dekat kok.
Ternyata jalan menurun setidaknya masih 2 jam lagi. Haha. *lemes
Pakai acara tersesat ke ladang penduduk pula. Awalnya mau
nanya sekaligus minta air putih saja tapi malah disediakan makan malam plus teh
panas plus perapian yang hangat. Wogh, Bapak Ibu-yang kami tidak tahu namanya-
terima kasih banyak ya… Mugi Gusti Allah nyembadani.
Numpang tidur ya, Rakyat Tumpang. Nuwus. |
Sampai Pos Ranu Pane jam 9 malam, lapor, dan dapat Truck
terakhir ke Tumpang. Terkantuk-kantuk sambil nunggu diberangkatkan! Sampai
Tumpang jam 12.30. Kami tidur di musola –semacam- Balai Desa, Tumpang untuk cari
angkot ke arjosari besok pagi.
Sebelum tidur, tiada habis keheranan saya mengingat, betapa
banyak hal yang saya alami 3 hari ini.
Ah, pundak dan kaki (dan sekujur tubuh sebetulnya) ngilu semua, but at least, I have something to be shared to my grandchild someday... Well, thank you, universe.
Previous Story:
Semeru Hari 1: Ranu Pane-Ranu Kumbolo
Semeru Hari 2: Oro-Oro Ombo - Archapada
Semeru Hari 3: Mahameru
You might also like:
Laporan Biaya Pendakian Semeru
Survival Kit Mahameru
Semeru Hari 1: Ranu Pane-Ranu Kumbolo
Semeru Hari 2: Oro-Oro Ombo - Archapada
Semeru Hari 3: Mahameru
You might also like:
Laporan Biaya Pendakian Semeru
Survival Kit Mahameru
No comments:
Post a Comment