Setelah 10,5 km (5 jam tempuh) kemarin, 23 Desember pukul 9
pagi kami siap packing dari Ranu Kumbolo. Rasanya tidak tega meninggalkan
tempat yang sangat indah ini. Apalagi setelah mentari muncul dan kabut-kabut
mulai naik, terlihat bahwa danau ini cantik tanpa pengecualian!
Team, yeah team! |
Tanjakan sengsara, eh cintaaaa |
Tapi kami harus buat perhitungan. Setelah membawa bekal air
secukupnya (karena di atas tidak ada lagi Sumber Air selain Sumber Mani yang
jaraknya 1 jam tempuh PP dari kalimati), kami mulai mendaki tanjakan (yang
populer dengan nama) cinta (padahal cocoknya diberi nama "tanjakan sengsara"). Mitosnya, siapapun yang bisa jalan sampai puncak
bukit tanpa menoleh ke belakang, cintanya bakal langgeng. Duh, saya sih nggak
percaya begituan (jomblo detected, haha, hiks), jadi saya nengok Ranu Kumbolo
berkali-kali. Habis, makin cantik saja danau itu dari atas (alibi!).
Selesai tanjakan, Kami dihadapkan pada turunan ekstrem bukit
yang mengepung Oro-Oro Ombo. Sebetulnya bisa sih melipir bukit yang jalannya
tidak ekstrem, tapi lebih jauh. Oro-Oro Ombo adalah Padang Sabana yang (hampir)
homogen vegetasinya. (katanya) Ini adalah salah satu Padang Sabana tercantik di
gunung Pulau Jawa.
Sabana Oro-Oro Ombo, ternak sapi di sini gemuk pasti. #penting |
Setelah Sabana 2,5 km nya berakhir, kami dihadapkan pada
hutan bervegetasi cemara yang dinamakan “Cemoro Kandang”. Banyak pohon tumbang
bekas terbakar letusan Semeru beberapa tahun lalu. Kalau dipikir-pikir, ini
mirip lokasi syutingnya film Twilight. Rutenya mayoritas menanjak sepanjang 3
km.
Sampai Jambangan baru
jalannya mendatar. Di Jambangan, Anda baru bisa melihat Mahameru (untuk pertama
kalinya) yang hampir kerucut sempurna seperti visualisasi anak TK terhadap
gunung pada umumnya. Jambangan adalah padang rumput yang banyak dijumpai pohon
perdu dan edelweiss putih. Hap hap, sedikit lagi *sugesti
Mahameru, dari Jambangan |
Selepas 2 km Jambangan, Anda melalui Kalimati. Banyak
pendaki yang memilih camp di sini sebagai titik awal summit attack nanti malam.
Sisanya memilih di Arcapadha. Keuntungan/ Perbandingan masing-masing tempat
camp adalah:
Kalimati
|
Arcapadha
|
Ada Sumber Mani sebagai tempat mengambil air.
|
Tidak ada, jadi yang mau camp di sini harus bawa air cukup sampai
besok.
|
Tanahnya lapang, sehingga bisa menampung banyak tenda
|
Sedikit sekali tanah lapang
|
Dataran yang luas
|
Sempit dan mudah longsor (kata peringatannya sih)
|
Jauh dari Plawangan (batas vegetasi)
|
Sudah Dekat Plawangan
|
Papan nama, Dead River, muhaha |
Kalimati, sesuai namanya, adalah jalur sungai yang sudah
mati. Hanya saat hujan deras dan Semeru meletus saja Kalimati ini terisi
material. Kami istirahat sejam di Kalimati ini sebelum naik ke Arcapadha. Jarak
Kalimati ke Archapada hanya 1,2 km. Jadi saya pikir akan cepat saja sampai di
sana.
Rupanya jalannya ekstrim. Naik terus dengan tanah licin dan
blank 75 (jurang sedalam 75 m) menganga di sebelah kiri. Di Blank 75 itulah konon banyak pendaki yang tersesat. Beruntung banyak
tanaman cemara plus akar-akarnya yang bisa buat pegangan. Duh, hampir jam 2
kami baru sampai di tempat camp. Ini adalah rute terberat saya hari ini.
Usai sampai, kami segera mendirikan tenda karena gerimis
sudah turun. Nasi dimasak, dan setelah kenyang kami masuk tenda. Walau hujan
deras, kami cukup hangat meringkuk tidur siang di dalam sleeping bag. Jam 20,
kami baru bangun karena di luar gaduh. Rupanya para pendaki lain sedang bersiap
memasak makan malam. Kami pun juga bergegas memasak dan segera tidur lagi
karena nanti tengah malam kami akan summit attack ke puncak Mahameru.
Previous Story:
Semeru Hari 1: Ranu Pane-Ranu Kumbolo
Next Story:
Semeru Hari 3: Mahameru
Semeru Hari 3 (2): Ayak-ayak
You might also like:
Laporan Biaya Pendakian Semeru
Survival Kit Mahameru
Previous Story:
Semeru Hari 1: Ranu Pane-Ranu Kumbolo
Next Story:
Semeru Hari 3: Mahameru
Semeru Hari 3 (2): Ayak-ayak
You might also like:
Laporan Biaya Pendakian Semeru
Survival Kit Mahameru
No comments:
Post a Comment