Wednesday 21 March 2012

Soal Akuntansi Kelas XI IPS


Berikut ini neraca saldo CV. UPINIPIN per 31 Desember 2011
Nama Akun (Dalam Rp )
Saldo
Kas
12.000.000
Piutang
18.000.000
Asuransi Dibayar Di Muka
1.000.000
Persediaan
6.000.000
Peralatan
0
Mobil
60.000.000
Tanah dan Bangunan
40.000.000
Utang Usaha
20.000.000
Utang Jangka Panjang
23.000.000
Modal _Jarjit
98.000.000
Prive
(xxx)*
*Prive masih kosong, silakan dicari nilainya.
Transaksi yang dilakukan Tuan Jarjit Singh (Pemilik CV. UPINIPIN) selama tahun 2012 adl sbb:
1/1 Membeli mesin fotokopi dengan harga Rp12.000.000. Baru dibayar setengahnya dan sisanya bulan depan.
2/1 Membayar premi asuransi (dibayar di muka) yang berlaku selama 3 tahun.
4/1 Tuan Jarjit membeli kertas untuk persediaan di kantor senilai Rp1.000.000. Baru dibayar setengahnya, sisanya bulan depan.
2/2 Menerima pelunasan piutang senilai Rp10.000.000
4/2 Membayar hutang yang terjadi pada tanggal 4/1
17/2 Menyelesaikan pekerjaan klien senilai Rp20.000.000. Klien baru membayar 25% nya saja, sisanya bulan depan.
17/3 Menerima Pelunasan pembayaran klien tanggal 17/2
16/4 Melunasi pembayaran mesin fotokopi tanggal 4/1
20/5 Menyetor uang tunai pribadi sebesar Rp5.000.000 sebagai modal perusahaan
30/6 Menerima hadiah dari Pemerintah Malaysia berupa tanah senilai Rp20.000.000
7/7 Melunasi utang jangka panjang yang telah jatuh tempo Rp13.000.000
18/8 Menerima pembayaran klien atas jasa yang telah diberikan Rp27.000.000
19/10 Membayar gaji pegawai Rp7.000.000
20/11 Membayar tagihan listrik, air, dan telepon Rp1.000.000
3/12 Membeli lagi persediaan kertas Rp2.000.000

SOAL:
1.       Buat Jurnalnya sepanjang tahun 2012!
2.       Posting ke buku besar! Dianjurkan bentuk T saja biar lebih mudah.
3.       Buat Neraca saldo per 31/12 2012
4.       Buatlah Jurnal Penyesuaian dengan data yang tersedia:
a.       Penyusutan Peralatan menggunakan metode garis lurus, masa manfaat mesin fotokopi diketahui 2 tahun.
b.       Penyusutan mobil selama 5 tahun dengan metode garis lurus
c.       Persediaan yang tepakai tahun 2012 sebesar Rp6.000.000
d.       Asuransi yang sudah terpakai, harus dibuatkan jurnal penyesuaian juga.
5.       Buat Jurnal Penutupnya yang diperlukan!
6.       Bila perlu, buat kertas kerjanya untuk memudahkan membuat Neraca dan Laporan Laba Rugi CV. UPINIPIN!

Kerjakan dengan baik dan sistematis.
Alokasi waktu 60 menit.

Friday 9 March 2012

BROMO, Mojokerto-Patalan


Akhirnya, selesai juga urusan di RSUD Kota Mojokerto. Urusan apa itu, tak perlu saya bahas, sebab hanya akan menambah sakit hati.

Kami mengawali backpacking ke Bromo dari Terminal Mojokerto pukul 11. Sempat bingung juga ketika beberapa saat sebelumnya mendapat kabar kawan saya yang baru melintasi jalur Probolinggo-Pasuruan yang katanya macet total. Mau ngejar kereta Sri Tanjung juga bingung nanti dari stasiun Probolinggo pasti sudah magrib sementara Elf ke Bromo maksimal ‘katanya’ sampai pukul 17 saja. Naik travel, setahu saya harganya berkisar Rp500.000,00. Wah, lagipula kami kan mau backpackingan, masa manja gitu... Ya sudah, kami nekat naik bus saja. Nanti kalau macet, ya, dinikmati saja. Wong, rame-rame juga.

Teringat di perjalanan mengenai cerita Syamsuri (NAD) semalam yang bilang “enak ya San, di Mojokerto, ada yang kayak beginian (Pacet dan Trawas>> kawasan pegunungan -red). Kalau di Aceh mah, kebun sawit sejauh mata memandang”. Terlepas dari benar tidaknya gurauan itu, saya diam-diam mensyukuri dilahirkan dan besar di Jawa Timur dimana segalanya murah, segalanya indah, segalanya aman (terkhir ini penting nih!).

Dari Terminal Mojokerto kami naik bus kuning menuju Pasuruan. 2 jam lamanya. Lama tidak melintasi kawasan ini, ternyata makin banyak pabrik dan peradaban baru (dan otomatis polutan baru). Apalagi di sepanjang Ngoro, Pandaan, dan Bangil.
nunggu Bus Akas, sempat pula foto-foto dulu
Turun di terminal Pasuruan saya agak kaget dengan sepinya Terminal ini. Tak ada Bus ke Probolinggo pula! Seperempat jam kami menunggu. Lamaaaa. Oh ternyata, Bus memang tidak masuk terminal. Jadilah kami menunggu di pinggir jalan. Jalan mulai merayap, banyak polantas, wah, tanda-tanda kemacetan mulai terlihat nih.

Akhirnya kami dapatkan Bus Akas jurusan Jember. 1 Jam perjalanan saja (lho macetnya mana? Sudah terurai rupanya). Di Probolinggo kami mencari Elf arah ke Cemoro Lawang. Sial sekali kami dapatnya malah calo (keroyokan pula). Di sana mereka nawarnya Rp25.000,00. Kami sih oke saja karena tidak menjumpai angkutan lainnya. Namun, Dedi dengan kecerdikan dan “semangat berhemat” nya tak mau begitu mudah terperosok ke jebakan calo. Ia nekat cari kesana-kemari (lebay :P) demi saving beberapa ribu rupiah.

Dapat angkutan Elf resmi Rp15.000. Tapi harus ke perempatan Kraksan karena area terminal sudah menjadi territorial calo. Dan apa? Itu dikejar-kejar calo masyaAlloh, udah kayak penjahat saja kami ini (eh, siapa preman siapa korban nih ceritanya?). Ditungguilah kami di perempatan itu. Mungkin karena sudah capek terlalu lama nunggu, atau takut dengan 5 cowok ini, jadinya pergi juga ia dari sana.

Jadi, ternyata si angkotnya Dedi ini sudah pergi saudara-saudara sebab tahu kami diikuti oleh si calo terminal. Wuaduh, hari makin sore, sudah pukul 17…
17.15 (masih tenang bisa nyemil qtela)
17.30 (qtela habis, ganti nyemil aqua)
17.45 (aqua habis, kami ngobrol)
18.00 (obrolan habis, kami panik) mana ada Elf ke Bromo jam segini? -.-“ Horor betul.

Sempat juga coba menyetop tiap mobil yang lewat mungkin saja ada yang mau memberi tumpangan. Tak ada. Yaiyalah, paling mereka takut ditodong atau diapa-apain kalau berhenti.

Bingung maksimal. Eh ternyata di samping kami ada seorang ibu paruh baya yang sedaritadi mengamati kami. Mungkin karena kasihan, ia dan suaminya menawari kami untuk menginap di rumah mereka. Terbersit sedikit rasa sungkan bercampur segan (yeee, sama saja kali sungkan dan segan!). Terpikir juga suudzon kami akan dirampok atau apa (astaga, maaf ya Pak Hamid). Akan tetapi, di sekitar makin gelap dan hampir nihil harapan kami untuk dapat angkot ke Bromo, yasudah kami ikut saja.

Pak Hamid ini lalu mengacungkan ibu jari, (persis seperti iklan provider). Sebuah mobil patroli polisi sektor Lumbang berhenti tak lama kemudian. Ya, kami naik mobil patroli. Seumur hidup baru sekali ini kami mengalami. Wahaha, senang sekali. Kapan lagi.

Di pasar Patalan kami berhenti (lebih tepatnya, foto duluuuu)
Di pasar Patalan kami berhenti. Lanjut dengan ojek motor ke utara. 4 km an, melewati jalan sepi, angin pantai yang kencang, kanan kiri sawah, dikelilingi siluet oranye Gunung-gunung di Bondowoso dan Jember, duh indahnya...
di rumah Pak Hamid (paling kiri)
Sampai rumah, kami dijamu dengan makan malam.
Bagaimana kami bisa membalas budi baik beliau ya… Orang yang baru kenal beberapa menit tapi sudah mau memberi kami ber-6 makan dan tumpangan. Semoga suatu hari nanti kami diberi kesempatan main ke Bromo lagi dan sowan ke Patalan.       

Wednesday 7 March 2012

BROMO-BTS (behind the story)


Heran dengan begitu ribet nya persiapan backpacking kali ini. Sampai-sampai saya merasa bahwa kami tidak diijinkan-Nya untuk melakukan perjalanan kali ini. “Mungkin ini pertanda akan adanya sebuah bencana atau musibah apa di Bromo” begitu pikir saya saat itu. Hal ini juga dirasakan oleh semua teman seperjalanan saya. Ganjil rasanya.

Awalnya, backpacking kali ini direncanakan sebagai ajang reuni 10 backpacker Bali sebelumnya. Tentu kami menyambut hangat juga bila ada newcomers yang berminat. Oke, sedikit mengingatkan, kesepuluh orang itu ada saya, Dedi, Fauzi, Iza, Alam, Himawan, Mbak Lia, Dek Gugun, Dio, Ryan. Lalu, satu persatu mengurungkan niat berangkat. Sebagian besar karena galau pengumuman penempatan dan pemberkasan yang katanya muncul 23 Desember 2011. Tersisalah saya, Dedi, Fauzi, dan Iza. Melengkapi rombongan ada sejoli Surya dan Syamsuri.

Kalau boleh saya menambahkan, sebetulnya, seperti Bali dulu, banyak orang yang menyatakan ingin berpartisipasi ke Bromo, dan pada akhirnya, kegalauan pula lah yang menang melawan manusia-manusia bimbang. 

Dedi dan Surya.
Beberapa hari sebelum tanggal 23 (gossip pertama hari pengumuman instansi) Dedi pergi ke stasiun untuk pesan tiket ke Jogja. Habis semua sampai tujuh hari ke depan. Wajar, memang akhir tahun banyak orang yang mudik. Minggu, 25 Desember ia mengabarkan akan mencoba peruntungan berangkat langsung hari-H membeli tiket Kutojaya Utara di Tanah Abang. Subuh-subuh ia berangkat sendirian. Saya menangkap nada kekesalan mengingat teman seperjalanan dari kampus, Surya, hanya mau terima jadi dan sedia berangkat menyusul setelah dipastikan tiket di tangan (tanpa antri dan berangkat subuh-subuh).
Dapat 2 tiket, Alhamdulillah. Kutojaya berangkat 6.45 dari Tanah Abang.
Sebelumnya, saya telfon Surya, pukul 6.00 ia masih di jalan.
Pukul 7 saya dapat sms dari Dedi, memberitahukan bahwa kereta sudah berangkat>> tapi Surya belum tiba di Tanah Abang. Bahkan saya, yang saat itu di Mojokerto, ikut kesal.
Ia memutuskan untuk tetap berangkat dan berganti mencari peruntungan di stasiun Senen mengantri tiket Progo.
Dapat, Alhamdulillah lagi. Surya dan Dedi berangkat dari Senen ke Lempuyangan pukul 21.

Syamsuri.
Saat saya mengajaknya dulu, tanggapannya masih galau cenderung ke tidak. Surprise juga mendapat kabar ia ikut.
Ia berangkat dari Bandung. Kereta dari Bandung sampai di Jogja agak siang, hal ini membuat rencana untuk pergi ke Probolinggo dengan kereta harus diubah karena SriTanjung berangkat 7.30. Sempat sangat bingung juga menyesuaikan jadwal Syamsuri ini. Awalnya mau mampir Mojokerto dulu, menginap di rumah ibu saya, lalu ganti rencana mau naik kereta ke Malang, lalu ganti rencana naik bis saja, terakhir kembali ke rencana semula mampir Mojokerto. Benar-benar galau jadinya.

Fauzi.
Sepertinya Fauzi-lah yang emosinya paling stabil. Kendala-kendalanya pun tidak muncul ke public sampai hari keberangkatan tanggal 26 Desember. Kakak perempuannya kecelakaan dan tentu saja ia harus menemani berobat ke RS. Saat itu saya sudah berbesar hati mengingat kecil kemungkinannya ia akan berangkat. Semoga cepat sembuh kakaknya Uzi.

Iza.
Sang Ratu Gunung ini sangat berjiwa positif dan merupakan motor dalam perjalanan kali ini. Ia, dengan begron Stapala nya, memberikan banyak informasi soal Bromo dan persiapannya. Saya pikir dia tidak tersentuh virus galau seperti teman saya yang lain. Namun, ternyata kena juga. Tiba-tiba dia pilek gak sembuh-sembuh. Kabarnya juga, kakak-kakaknya melarang adik bungsunya ini naik gunung lagi. Tapi enth, jurus apa yang dilancarkannya kepada Ibunya sampai beliau memberi veto restu agar ia naik gunung.

Saya.      
di Mojokerto, rumah Ibu
Saya sih tidak terlalu galau. Galaunya ya gara-gara dengar cerita teman-teman jadi ikutan galau. Was-was kalau saja dengan masalah sebanyak ini kami batal berangkat backpackingan ke ikon Jawa Timur itu.

Alhamdulillah, akhirnya, saya bisa dengar kabar juga kalau mereka berlima sudah menghasilkan mufakat untuk menginap dulu di rumah saya di Mojokerto untuk semalam. Esoknya, baru berangkat ke Bromo. (cerita di Mojokerto di skip saja ya, post selajutnya langsung cerita Bromo)

Kelanjutannya ada di:
- Mojokerto-Patalan (Kisah kemalaman di Terminal Probolinggo dan ditolong orang asing)
- Cemoro Lawang (1)
- Cemoro Lawang (2)
- Penanjakan 1- Penanjakan 2 (a breath taking scenery from Penanjakan 2!)


Laporan Keuangan Backpacking Bromo


No. MAK
Rincian
Perluasan MAK
100
Transportasi
101 -> Transportasi Berangkat


102 -> Transportasi Sewa Motor


103 -> Transportasi Pulang
200
Konsumsi
201 -> Makan Besar


202 -> Snack dan Minum
300
Tiket Masuk dan Parkir Wisata
301 -> Hari Pertama


302 -> Hari Kedua


303 -> Hari Ketiga
400
Penginapan
-
500
Oleh-Oleh
-
600
Lain-lain
-
-------------------------------------------------------------------------------
  
Kode MAK
Rincian
Biaya (Rp)
Info Tambahan
101
Bus Kuning
10.000
Terminal Mojokerto-Terminal Pasuruan
101
Bus Akas
7.000
Terminal Pasuruan-Terminal Probolinggo
101
Bus xx (lupa nama)
1.000
Terminal Probolinggo-Perempatan Kraksan
101
Mobil Patroli Polsek

Gratis, Perempatan Kraksan- Pasar Patalan
101
Ojek Motor
6.000
Patalan-Rumah Pak Hamid (2x PP @Rp3.000)
101
Elf
15.000
Patalan-Cemoro Lawang
201
Nasi Pecel
7.000
@Pasar Patalan
201
Nasi Pecel
7.000
@Cemoro Lawang
201
Nasi Pecel
7.000
@Kaki Gunung Bromo
202
Air Mineral
3.500
Merk Alamo
202
Kacang cap Panda
2.000
Iuran, buat bekal naik Penanjakan
202
Jahe Panas
4.000
@Cemoro Lawang
300
Tiket Bromo
6.000
Terdiri atas Tiket Masuk local (2.000), Asuransi (2.500) dan Retribusi Pemkab Probolinggo (1.500)
400
Rumah Penduduk
50.000
Total serumah 300.000 dibagi ber-6
102
Ojek Motor Bromo
37.500
~Forever Warm~ Per motor 75.000
600
Kaos Bromo
17.000

600
Topi Hangat
8.000

600
Sarung tangan
3.000

103
Elf pulang
25.000
Cemoro Lawang-Terminal Probolinggo
103
Bus Ladju Utama
6.000
Terminal Probolinggo-Terminal Pasuruan
103
Bus Kuning
10.000
Terminal Pasuruan-Terminal Mojokerto
103
Colt Hijau
30.000
6 orang @ Rp5.000
TOTAL

262.000

kami: *buang uang ke kawah bromo*
lalu raksasanya bilang: terimakasih, datang lagi lain kali ya...
kami: yonkru...

Tuesday 6 March 2012

Mencintai Pajak Seutuhnya


Mencintai pajak? Jelas hal ini tidak pernah terpikirkan oleh saya. Bahkan minggu lalu saya masih berkata “saya tidak suka segala hal yang berkaitan dengan pajak”. Lalu, apakah judul tulisan ini hanya lelucon? Tidak, sekarang, detik ini, (dan semoga sampai kapanpun) saya mencintai pajak dan direktorat jenderal pajak sepenuh hati.

10 tahun lalu

2002, adalah awal saya masuk SMP. Menyadari bahwa saya dilahirkan di tengah keluarga yang sederhana, saya merasa tak akan punya banyak pilihan seusai lulus SMA nanti. Mungkin saya pintar di sekolah, tapi yang saya tahu saat itu, kepintaran tak serta merta membuat Anda dapat kuliah dengan mudah.

Lalu, beberapa paman saya lulus dari STAN, sebuah sekolah gratis (yang saya tahu sebatas itu saja) menunjukkan bukti kecukupan ekonomi seusai lulus dari sana. Berbekal dari latar belakang itu saya bermimpi akan sekolah sana suatu hari nanti.

7 tahun lalu

2005, sungguh masa yang berat. Alhamdulillah, demand di warung Ibuku berbanding lurus dengan mahalnya biaya beli buku di SMA saya. Makin termotivasilah saya untuk masuk STAN yang katanya di sana buku kuliah dipinjami gratis.

2005 pula, saya mengenal pelajaran ekonomi. Saat itu mulai sedikit paham dengan pajak. “gila ya, Negara ini nyuruh orang bayar uang tapi kok gak dikasih apa-apa yang nyata”. (mulai agak komplain dengan pajak)

2006, Ibu menyarankan saya masuk STAN. (oke, bundaaaa, saya bahkan sudah mimpi sejak SMP. *toss dulu)

2007, saudara dan tetangga sekitar mulai tahu bahwa saya ingin masuk STAN, komentarnya, “wah, enak itu, nanti kerja di pajak. lahan basah itu. Bisa banyak uang kamu di sana”. Bukannya senang, saya mulai merasa ragu dengan kampus impian. 2007, tetangga sebelah masuk prodip I Bea Cukai. Seusai lulus dari sana, kami kerap berbincang lama. Darinyalah saya tahu bahwa ‘iklim’ di STAN sangat bagus, kondusif dan agamais. Terpenting, ada jurusan lain yang tidak berhubungan dengan pajak. Bismillah, jadilah saya tetap berteguh hati mimpi masuk STAN.
2008. sepanjang tahun saya latihan buku Ujian Saringan Masuk STAN dan kesana kemari (*efek ketenaran ayu ting-ting) ikut Try Out USM. Saat USM, dengan bekal doa ibu, mimpi, dan persiapan matang, I know nobody can’t stop me. Dalam pilihan jurusan, saya menjauhi/tidak memilih segala hal yang berbau pajak seperti Administrasi Perpajakan atau Pajak Bumi Bangunan.

2008 akhir saya diterima di STAN jurusan Akuntansi Pemerintahan. Senang sekali saya. Meski tak punya uang buat masuk Fak.Kedokteran, tapi jurusan ini dikatakan mirip jurusan Akuntansi STAN lhooo. Mahasiswanya buanyak (900an) plus mereka semua keren gila!

Sebagian besar teman kos saya dari jurusan pajak. Seringkali saya main olok-olokan jurusan (betul, mirip anak kecil ya?) dan sudah pasti, saya yang dikeroyok enam orang mahasiswa pajak pasti kalah debat dengan mereka.

2009 akhir, kakak kelas kami dari jurusan pajak (dan penempatan setjen-pengadilan pajak) menjadi headline berbagai media. Tiba-tiba saja setiap orang di mana-mana bicara pajak dan Gayus. Tentu bukan suatu pembicaraan yang enak didengar bagi kami, mahasiswa STAN. Meski sebisa mungkin tak acuh, panas juga telinga ini mendengarnya.

Kemudian terminal di dekat Jalan Gatot Subroto (kanpus DJP) berubah nama jadi terminal Gayus, dan kemudian kanpus DJP disebut-sebut oleh para kondektur metro mini  sebagai kantor Gayus. Duh Gusti…

Itu sudah? Belum…

Selanjutnya, banyak curhatan yang dibicarakan teman-teman di kampus. Ada yang diolok-olok tetangga mereka, dicibir, dicap bahwa kami adalah penerusnya Gayus, dsb. Saya sendiri, ‘hanya’ selalu diceramahi agar jangan sampai seperti Gayus oleh tiap orang yang saya temui. Awalnya saya menganggap positif ceramah mereka. Lama-lama saya bosan juga. Betapa mudahnya mereka mengecap kami semua sama jahat dan bobroknya dengan Gayus. Noted: kami mahasiswa lho yang notabene belum tahu banyak hal dalam dunia kerja.

Saat saya mulai jenuh, saya mulai berkata, “saya lho nanti nggak kerja di pajak, nggak akan”. “saya lho jadi auditor BPK atau BPKP”. “justru kerjaan saya nanti nangkepin orang-orang kayak Gayus”. Padahal saya tidak tahu pasti dimana saya akan ditempatkan.

2010-tingkat 2
Saya makin aktif di organisasi audit.

Allah mengikuti persangkaan hambanya.  (diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a.)
Semesta mendukung. (Yohannes Surya)
Mimpilah, letakkan impianmu 5cm di depan keningmu (Donny Dhirgantoro)

Lalu saya simpulkan, Anda, adalah apa yang Anda pikirkan (Sandstory).
Saya terus berpikir saya akan penempatan BPK, mencintai buku auditing, dan tidak membuka hati untuk instansi lain.

2011-tingkat 3

Makin hari, saya makin cinta audit. Tiap hari saya berdoa agar dikabulkan jadi auditor. Namun, tetap, di akhir bisikan doa saya, selalu saya katakana “apabila itu baik bagiku, maka kabulkanlah ya Allah”

21-02-2012 (Lihat, tanggal ini sungguh simetris)

Pengumuman instansi, DIREKTORAT JENDERAL PAJAK!
--------------------------------------->>>>>> rememori <<<<<<<----------------------------------------

Rabu, 1 Maret 2012

Kami diwajibkan lapor ke Kantor Pusat DJP Jalan Gatot Subroto. Tak ada kejadian yang mampu membuat saya lebih bahagia dengan takdir ini.

Kamis, 2 Maret 2012, Gd. Dhanapala, Kementerian Keuangan

Pembekalan Lulusan Prodip III Keuangan STAN 2011. Ada sedikit harapan bahwa saya akan mampu survive di sini. Berteman dengan 1.607 alumni STAN 2011 (yang tersebar di 11 instansi kemenkeu), saya yakin saya akan menemukan semangat dan benar-benar mensyukuri penempatan ini.

Jumat, 3 Maret 2012, Aula Chakti Budhi Bakti, Kanpus DJP

Pembekalan Lulusan Prodip III Keuangan STAN 2011 penempatan DJP

Sesi Pertama: oleh sekdirjen pajak Bapak Herry Sumardjito
Saya simpulkan, beliau orang baik dan tulus. Betapa menyengkan mendengar wejangan beliau terhadap 495 pegawai baru DJP ini. Sedikit asa membuncah. Ini pekerjaan mulia, Negara bergantung pada penerimaan pajak dan kamilah yang nantinya akan bergabung dengan 36.000 pegawai DI SELURUH INDONESIA mengumpulkan pajak dan mengawal keuangan Negara.

Sesi Kedua: bersama Dirjen Pajak Bapak A.Fuad Rahmany
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/01/21/197451/4/2/Tjiptardjo-Dicopot-Fuad-Rahmany-Jadi-Dirjen-Pajak

Subhanalloh, beliau keren sekali. Baru tahu saya. Langsunglah beliau menjadi idola saya seketika. Betapa bagus cara bicara beliau, runtut, dan terstruktur. Beliau mengutarakan hal-hal yang sederhana kok. Sama seperti materi kuliah kami di semester 1 dulu. Namun, dengan cara peyampaiannya yang maksimal, hal itu jadi berarti.

Saya tahu, sejak dulu pajak itu penting. Tapi seberapa ‘penting’ itu penting saya paham sebatas textbook. Pak Fuad memahamkan.
our marvelous father

Saya juga tahu, target Negara terhadap DJP luar biasa berat, tapi ‘seberat’ apa itu juga hanya bisa saya raba dari buku pengantar perpajakan. Dan Pak Fuad menjelaskan.

Saya dari dulu juga tahu, kalau DJP sangat vital, tapi terus tergerus oleh berita dan cemoohan tetangga terhadap Gayus dan kami. Pak Fuad menjelaskan apa akibat jika DJP meleset sedikit saja dari target yang diberikan.

Saya tahu juga, Pak Fuad juga mengatakan, pasca badai kasus Gayus, saat ini muncul juga 'kemungkinan' bencana DA & DW yang menguras kepercayaan masyarakat terhadap pegawai pajak. Dan beliau juga sedang bersusah hati. Namun beliau meyakinkan kami untuk terus bersabar.

Paling berkesan ketika Beliau bilang, “masih untung lu, bisa ngirup udara tiap hari di Indonesia, coba kalo lu ada di Timur tengah yang negaranya perang mulu tiap hari. Pasti tidur gak pernah tenang. Biar aman harus ada apa? Tentara dan polisi kan? Biar tentara mau njaga perbatasan, biar polisi mau jaga keamanan harus apa? Digaji kan? Coba, tentara dan polisi gak digaji atau setidaknya dipotong gajinya? Gak mau kerja pasti. Nah, gaji itu Negara duit darimana?”

Ah, ini cukup untuk membuat saya mencintai Direktorat Jenderal Pajak. Saya yakin, selanjutnya, saya bisa bekerja dengan hati. Sudah ikhlas dengan penempatan ini.

Sebelumnya, saya selalu takut bila sudah bekerja tapi belum menemukan motivasi yang mampu membuat saya nantinya bekerja dengan tulus dan sepenuh hati.

Alhamdulillah, terimakasih Pak Fuad. Abdi kami padamu, pada instansi ini, pada negeri ini.

Mojokerto, 6 Maret 2012