Friday 28 December 2012

Survival Kits Semeru


PONCO (JAS HUJAN)
PISAU/ GUNTING
KOREK API
SENTER (+BATERAI CADANGAN)
P3K*
BAJU GANTI
BAJU HANGAT (JAKET, SYAL, DLL, tergantung kebutuhan)
LOGISTIK**
SEPATU, SANDAL (JAPIT RECOMMENDED)
SLEEPING BAG
TRASH BAG/ KRESEK
ALAT MANDI
ALAT SOLAT
PIRING, GELAS, SENDOK PLASTIK
TISU BASAH
AIR MINERAL
KUPLUK, KAOS KAKI, SARUNG TANGAN, MASKER
BUTANA
TENDA
NESTING
BOTOL MINUM/ JERIGEN
 
barang2 gw
*P3K adalah obat-obatan pribadi. Ini tergantung kebutuhan individu, secara umum, berikut ini P3K standar:
1. Oxycan (oksigen botol), ini perlu terutama bagi yang punya sesak nafas. Saat Summit, udara di puncak tipis.
2. Hansaplast, Betadine
3. Obat diare, Obat Anti Masuk Angin, Minyak Kayu Putih, dll

**Logistik terkait makanan dan minuman untuk bisa survive selama pendakian. Umumnya yang dibawa:
1. Mi instan (se orang 4-5 bungkus)
2. Beras, Gula
3. Minuman Instan
4. Snack, diperlukan saat break
5. Cokelat
6. Air mineral
7. Tambahan lainnya seperti bumbu nasi goreng, sayur, sarden, abon, telur rebus (biar nggak pecah), dll.

Tambahan untuk mengoptimalkan Backpacker Anda:
KAMERA
Power Bank
Block Note, Bolpoin, dll



Baiknya, Anda sesiap mungkin menghadapi segala kemungkinan cuaca, Tapi juga perlu Anda perhitungkan kekuatan Anda dalam memanggul carier dan medan pendakian. Bawalah barang-barang yang benar berguna.
 

















Monday 17 December 2012

Boro Rafting, Wonosalam

Ketika dapat kabar akan ada acara kantor berupa rafting, saya antusias sekali. Pasalnya, seumur-umur saya belum pernah mencobanya (ini jika wahana arung jeram di DuFan, Ancol dulu tidak dihitung).

di basecamp
Sabtu 15 Desember pukul tujuh pagi kami berangkat dari kantor di Jalan RA Basuni Mojokerto. Melaju melalui Jalan Nasional Surabaya-Jombang dan berbelok di pertigaan Jatirejo. Kemana kita? Ke “BoroEco Adventure” (0321 4154141) yang (menurut papan reklame-yang hampir roboh) menyediakan beragam paket wisata seperti arung jeram, jelajah hutan, wisata desa, home stay, outbond, paintball, super camp, dan adopsi pohon.

Sejam kemudian, setelah melewati jalan sempit dengan vegetasi hutan jati di kanan kiri, kami sampai lokasi (Dusun Mendiro, Desa Panglungan, Kec. Wonosalam, Kab. Jombang). Panitia telah memilih paket arung jeram. Seperahu, empat penumpang plus satu guide.

kok kembang?
karena pas rafting gak bw kamera
Menuju tempat start, kami harus berjalan kurang lebih 1,5 km membelah hutan. Jalannya menurun dan licin bekas hujan. Sesekali kami berjumpa pohon durian, tanaman khas yang menjadi ikon Wonosalam. 20 menit, sampailah di Sungai Boro. Entah, apa artinya Boro, yang jelas (kata guide) sungai ini berhulu di Gunung Arjuna yang terlihat cantik sekali pagi itu.

Jangan berharap tidak basah kalau ber-arung jeram. Sekalipun Anda tidak jatuh sama sekali dari perahu, di tiap pos rest area, kita bakal disambut taburan bunga air sungai dari peserta lain yang tiada henti sampai rombongan perahu korban lain tiba. Kasian rombongan terakhir, sambutannya pun lebih meriah.


Para Guide, lecet semua
Jalur rafting sendiri tidak banyak jeram dan boom nya. Yang banyak malah batunya sehingga berkali-kali perahu kami nyangkut. Gimana kalau musim kemarau ya? Sayangnya saya tidak bawa kamera selama mengarung sungai. Sulit mendeskripsikan nama-nama/topografinya, apalagi bagi saya yang belum pernah ikut klub Pecinta Alam. Pemandangan sekitar? Superb! Flora khas pegunungan menemani 3 jam perjalanan kami yang memanjakan mata.

Kami menyusuri sekitar 8 km sungai penuh batu dengan 2 rest area (KM 4 dan KM 8). Kata guidenya, kami start di air terjun xxx (lupa), dan berakhir di air terjun sigolo-golo, Dusun Sidolegi (tapi saya tidak melihat kedua air terjun itu :3). Menariknya, di tengah perjalanan, kami bisa melihat tempat wisata Goa Sigolo-golo dari bawah (FYI, Goa Sigolo-golo terkenal sebagai tempat pacaran muda-mudi >> ish, makin banyak setannya tuh Goa).

Sama seperti berangkat, pulangnya kami menaiki bukit 1,5 km lagi. Yap, kali ini menanjak. Pick up siap mengantar kami ke Base Camp yang sudah tersedia nasi jagung lengkap dengan sejolinya berupa ikan asin dan sambal. Sedap!

Biaya: (kurang tau, katanya) Rp 125.000,00 per orang

dokumentasi: panitia


 Diambil dari situs orang
    

Wednesday 5 December 2012

Backpacking Gunungkidul (3-habis)

Selesai dari Siung, kami ke arah barat. Jalanan masih beraspal halus. Sesekali kami berpapasan dengan para ibu-ibu perkasa pencari kayu bakar, atau para pekerja pulang dari ladang yang pelan-pelan menaiki tanjakan. Ah, Indonesiaku, indah sekali.

Dengan kecepatan tinggi, hampir saja kami melewatkan papan nama kayu sederhana bertuliskan Pok Tunggal. Kami masuk ke jalanan berbatu. Hampir dua km jauhnya. Duh, kasian motornya. Kami ragu, ada apa di balik bukit ini yang jalannya saja, sangat tidak meyakinkan.

Ternyata, Subhanallah. Segala puji bagi Allah.

Icon Pantai ini, Pok Tunggal
Jangan dirusak ya, pengunjung
Lihat, betapa luasnya...
Mata air tawar di bawah pohon, pinggir pantai lho.
Orange Sunset
Nipah, atau Nanas Laut? :P
Semburat Matahari Terbit

Indonesia, Dangerously Beautiful
Private Beach, bisa dijangkau saat surut

Ada monyet2 di balik bukit itu
Hamparan pasir putih luas keemasan. Pantainya berombak tenang meskipun di laut, ombak khas pantai selatan yang besar bergulung-gulung. Diapit dua bukit karang di ujungnya. Ini spektakuler. Mirip dreamland Bali tapi versi masih sepi. Dan, sebatang pohon (entah jenis apa) yang tumbuh di tengah pantai menjadi ikon Pok Tunggal. Sungguh fotogenik.
Bulu Babi, Semua yg babi memang haram :3
Beware your footstep!






Susah berjalan di pantai ini. Pasirnya liat dan halus. Terlebih jarak antara tempat kami mendirikan tenda dengan warung dan toilet sangat jauh karena luasnya hamparan pasir pantai Pok Tunggal. Kami sampai di sana tepat saat matahari terbenam. Langit jingga meski mendung dan awan gelap.

Usai mendirikan tenda, kami pesan minuman hangat dan nasi goreng menikmati pantai saat magrib bersama enam sahabat. Sederhana sekali bahagia ini.

Lumut laut, bisa nih menggembala kuda (laut) di sini
Setelah malam sebelumnya kami tidur jam setengah tiga, kini kami langsung tidur. Memang gelap gulita sih, jadi, tak ada yang bisa dilakukan selain tidur? Ditemani guruh suara petir campur ombak di lautan, kami berdoa sebelum tidur “semoga hujannya jatuh di laut saja”.

Bintang laut biru. See? itu yg pada bengong di balik batu
qqq. Patrick kali ya.
Pagi, jam tiga pagi, saya bangun menanti sholat subuh. Beberapa nelayan lobster sudah mencari kerang umpan memancing lobster. Laut sedang surut. Beberapa biota laut macam bintang laut, bulu babi, aneka ikan warna-warni terperangkap cerukan di pantai karang. Persis akuarium di rumah orang kaya yang komplit. Subhanallah, baiknya Allah pada negeriku.

Lagi-lagi, sunrise ada di balik bukit. Kami coba naik bukit dan mencari matahari terbit tapi tetap gagal karena di balik bukit ada bukit lainnya. Justru kami berjumpa banyak monyet liar.
Superb!!

Pukul delapan pagi, kami kembali ke Kota Jogja dengan membawa banyak semangat dan baterai untuk menghadapi rutinitas di kantor lagi. Oh ya, dalam hati, saya berdendang lagu ini:



Tanah airku Indonesia
Negeri elok amat kucinta
Tanah tumpah darahku yang mulia

Yang kupuja sepanjang masa
Tanah airku aman dan makmur
Pulau kelapa yang amat subur
Pulau melati pujaan bangsa

Sejak dulu kala
Reff:
Melambai lambai
Nyiur di pantai
Berbisik bisik

Raja Kelana
Memuja pulau
Nan indah permai
Tanah Airku

Indonesia
(Ismail Marzuki)
disewa2: Sepuluh ribu saja tikar dan payungnya




Terimakasih, teman-teman seperjalanan. cc: Fauzi, Surya, Dedi, Faiz, Qomar, Afan

You might also like: