Baiknya, Anda sesiap mungkin menghadapi segala kemungkinan cuaca, Tapi juga perlu Anda perhitungkan kekuatan Anda dalam memanggul carier dan medan pendakian. Bawalah barang-barang yang benar berguna.
Friday 28 December 2012
Survival Kits Semeru
Monday 17 December 2012
Boro Rafting, Wonosalam
Ketika dapat kabar akan ada acara
kantor berupa rafting, saya antusias sekali. Pasalnya, seumur-umur saya belum
pernah mencobanya (ini jika wahana arung jeram di DuFan, Ancol dulu tidak
dihitung).
di basecamp |
Sejam kemudian, setelah melewati
jalan sempit dengan vegetasi hutan jati di kanan kiri, kami sampai lokasi (Dusun Mendiro, Desa
Panglungan, Kec. Wonosalam, Kab. Jombang). Panitia telah memilih paket arung
jeram. Seperahu, empat penumpang plus satu guide.
kok kembang? karena pas rafting gak bw kamera |
Jangan berharap tidak basah kalau
ber-arung jeram. Sekalipun Anda tidak jatuh sama sekali dari perahu, di tiap
pos rest area, kita bakal disambut taburan bunga air sungai dari peserta lain yang
tiada henti sampai rombongan perahu korban
lain tiba. Kasian rombongan terakhir, sambutannya pun lebih meriah.
Jalur rafting sendiri tidak
banyak jeram dan boom nya. Yang banyak malah batunya sehingga berkali-kali
perahu kami nyangkut. Gimana kalau musim
kemarau ya? Sayangnya saya tidak bawa kamera selama mengarung sungai. Sulit
mendeskripsikan nama-nama/topografinya, apalagi bagi saya yang belum pernah
ikut klub Pecinta Alam. Pemandangan sekitar? Superb! Flora khas pegunungan menemani 3 jam perjalanan kami yang memanjakan mata.
Kami menyusuri sekitar 8 km
sungai penuh batu dengan 2 rest area (KM 4 dan KM 8). Kata guidenya, kami start di air terjun
xxx (lupa), dan berakhir di air terjun sigolo-golo, Dusun Sidolegi (tapi saya tidak melihat
kedua air terjun itu :3). Menariknya, di tengah perjalanan, kami bisa melihat
tempat wisata Goa Sigolo-golo dari bawah (FYI, Goa Sigolo-golo terkenal sebagai
tempat pacaran muda-mudi >> ish,
makin banyak setannya tuh Goa).
Sama seperti berangkat, pulangnya
kami menaiki bukit 1,5 km lagi. Yap, kali ini menanjak. Pick up siap mengantar
kami ke Base Camp yang sudah tersedia nasi jagung lengkap dengan sejolinya
berupa ikan asin dan sambal. Sedap!
Biaya: (kurang tau, katanya) Rp 125.000,00
per orang
![]() |
dokumentasi: panitia |
![]() |
Diambil dari situs orang |
Wednesday 5 December 2012
Backpacking Gunungkidul (3-habis)
Selesai dari Siung, kami ke arah barat. Jalanan masih
beraspal halus. Sesekali kami berpapasan dengan para ibu-ibu perkasa pencari
kayu bakar, atau para pekerja pulang dari ladang yang pelan-pelan menaiki
tanjakan. Ah, Indonesiaku, indah sekali.
Dengan kecepatan tinggi, hampir saja kami melewatkan papan
nama kayu sederhana bertuliskan Pok Tunggal. Kami masuk ke jalanan berbatu.
Hampir dua km jauhnya. Duh, kasian motornya. Kami ragu, ada apa di balik bukit
ini yang jalannya saja, sangat tidak meyakinkan.
Ternyata, Subhanallah. Segala puji bagi Allah.
Icon Pantai ini, Pok Tunggal Jangan dirusak ya, pengunjung |
Lihat, betapa luasnya... |
Mata air tawar di bawah pohon, pinggir pantai lho. |
Orange Sunset |
Nipah, atau Nanas Laut? :P |
Semburat Matahari Terbit |
Indonesia, Dangerously Beautiful |
Private Beach, bisa dijangkau saat surut |
Ada monyet2 di balik bukit itu |
Hamparan pasir putih luas keemasan. Pantainya berombak
tenang meskipun di laut, ombak khas pantai selatan yang besar bergulung-gulung.
Diapit dua bukit karang di ujungnya. Ini spektakuler. Mirip dreamland Bali tapi
versi masih sepi. Dan, sebatang pohon (entah jenis apa) yang tumbuh di tengah
pantai menjadi ikon Pok Tunggal. Sungguh fotogenik.
Bulu Babi, Semua yg babi memang haram :3 Beware your footstep! |
Susah berjalan di pantai ini. Pasirnya liat dan halus.
Terlebih jarak antara tempat kami mendirikan tenda dengan warung dan toilet
sangat jauh karena luasnya hamparan pasir pantai Pok Tunggal. Kami sampai di
sana tepat saat matahari terbenam. Langit jingga meski mendung dan awan gelap.
Usai mendirikan tenda, kami pesan minuman hangat dan nasi
goreng menikmati pantai saat magrib bersama enam sahabat. Sederhana sekali
bahagia ini.
Lumut laut, bisa nih menggembala kuda (laut) di sini |
Setelah malam sebelumnya kami tidur jam setengah tiga, kini
kami langsung tidur. Memang gelap gulita sih, jadi, tak ada yang bisa dilakukan
selain tidur? Ditemani guruh suara petir campur ombak di lautan, kami berdoa
sebelum tidur “semoga hujannya jatuh di laut saja”.
Bintang laut biru. See? itu yg pada bengong di balik batu qqq. Patrick kali ya. |
Pagi, jam tiga pagi, saya bangun menanti sholat subuh.
Beberapa nelayan lobster sudah mencari kerang umpan memancing lobster. Laut
sedang surut. Beberapa biota laut macam bintang laut, bulu babi, aneka ikan
warna-warni terperangkap cerukan di pantai karang. Persis akuarium di rumah
orang kaya yang komplit. Subhanallah, baiknya Allah pada negeriku.
Lagi-lagi, sunrise ada di balik bukit. Kami coba naik bukit dan
mencari matahari terbit tapi tetap gagal karena di balik bukit ada bukit
lainnya. Justru kami berjumpa banyak monyet liar.
Superb!! |
Pukul delapan pagi, kami kembali ke Kota Jogja dengan
membawa banyak semangat dan baterai untuk menghadapi rutinitas di kantor lagi. Oh ya, dalam hati, saya berdendang lagu ini:
Tanah airku Indonesia
Negeri elok amat kucinta
Tanah tumpah darahku yang mulia
Yang kupuja sepanjang masa
Negeri elok amat kucinta
Tanah tumpah darahku yang mulia
Yang kupuja sepanjang masa
Tanah airku aman dan makmur
Pulau kelapa yang amat subur
Pulau melati pujaan bangsa
Sejak dulu kala
Pulau kelapa yang amat subur
Pulau melati pujaan bangsa
Sejak dulu kala
Reff:
Melambai lambai
Nyiur di pantai
Berbisik bisik
Raja Kelana
Nyiur di pantai
Berbisik bisik
Raja Kelana
Memuja pulau
Nan indah permai
Tanah Airku
Indonesia
Nan indah permai
Tanah Airku
Indonesia
(Ismail Marzuki)
disewa2: Sepuluh ribu saja tikar dan payungnya |
Terimakasih, teman-teman seperjalanan. cc: Fauzi, Surya, Dedi, Faiz, Qomar, Afan
You might also like:
Tuesday 4 December 2012
Backpacking Gunungkidul (2)
Dari Gua Pindul, kami cari masjid untuk sholat jumat di
daerah Semanu. Usai sholat jumat, kami terus saja ke arah selatan menuju Pantai
Selatan (logikanya, toh Pulau Jawa batas selatannya adalah laut). Belum kami
putuskan ke pantai apa. Yang jelas nanti malam kami harus camp di pantai.
Ternyata, kenyataan tak seindah peta. Di peta, toh gambarnya lurus saja dan
terlihat dekat. Hal ini diperparah dengan simpang siurnya jawaban setiap
penduduk yang kami tanya.
Lahan rumput laut Wediombo |
Ini pantai terbaik untuk liahat sunset bentuknya menghadap barat sih |
reuni 3U. kangen kampus. >< |
Naik turun bukit kapur dan karang bervegetasi jati yang
rasanya tak habis-habis (konon sih dulu Gunungkidul adalah daerah yang terendam
air laut, jadi batu-batuannya mirip karang di laut). Serius ini sangat menguji
kesabaran. Untung jalannya (meski agak sempit) tapi sudah diaspal bagus plus
cukup banyak penjual bensin eceran di tepi jalan.
"Pantai" sebagian besar orang memfavoritkan pantai yg berpasir |
Wediombo, kami putuskan ke pantai paling timur dari
Kabupaten Gunungkidul ini. Di peta, sedikit saja ke timur lagi sudah Kab.
Wonogiri Jateng lho.
Dari atas, finally I find the sea |
Bentuknya teluk yang
lebar. Di internet, banyak saya jumpai foto perahu berjajar sedang parkir di
sepanjang pantai. Seperti sebagian besar karakteristik pantai di Jogja, gugusan
karang bertebaran di pantai yang memecah ombak sehingga ketika sampai darat,
ombaknya kecil-kecil. Kemudian di daratannya ada pasir putih. Di sana kami
temui banyak petani rumput laut yang tinggal cabut saja di sepanjang karang.
Ada juga beberapa pemancing yang memancing di tengah ombak ganas dan dari atas
bukit karang.
Ceruk2 di Siung |
Selanjutnya, kami menuju Siung. Pantainya relative lebih
ramai dan sempit daripada Wediombo. Diapit dua bukit karang yang menjadi
primadona para pemanjat tebing. Katanya beberapa waktu lalu diadakan lomba
panjat tebing nasional di sana. Katanya (lagi) dinamakan Siung karena memang
ada sebuah batu karang besar yang berbentuk suing.
Susur tebing, mirip adegan laskar pelangi yak? =) |
Kami mencoba menyusuri
(bukan memanjat lho ya…) salah satu sisi tebing. Hati-hati ya, banyak bulu babi
di sepanjang lubang karang. Karangnya pun tajam-tajam siap menambah luka di
kaki Anda.
"Siung"nya |
Menginap di sini? Masih pukul lima sore. Kami putuskan untuk
melanjutkan perjalanan mencari pantai lain untuk menikmati matahari terbenam. Pantai
apa? Entahlah, kami juga belum ada yang tahu, jalan saja. Terpenting ada
bensin, destinasi selanjutnya? Aman.
You might also like:
Subscribe to:
Posts (Atom)