Wednesday 5 December 2012

Backpacking Gunungkidul (3-habis)

Selesai dari Siung, kami ke arah barat. Jalanan masih beraspal halus. Sesekali kami berpapasan dengan para ibu-ibu perkasa pencari kayu bakar, atau para pekerja pulang dari ladang yang pelan-pelan menaiki tanjakan. Ah, Indonesiaku, indah sekali.

Dengan kecepatan tinggi, hampir saja kami melewatkan papan nama kayu sederhana bertuliskan Pok Tunggal. Kami masuk ke jalanan berbatu. Hampir dua km jauhnya. Duh, kasian motornya. Kami ragu, ada apa di balik bukit ini yang jalannya saja, sangat tidak meyakinkan.

Ternyata, Subhanallah. Segala puji bagi Allah.

Icon Pantai ini, Pok Tunggal
Jangan dirusak ya, pengunjung
Lihat, betapa luasnya...
Mata air tawar di bawah pohon, pinggir pantai lho.
Orange Sunset
Nipah, atau Nanas Laut? :P
Semburat Matahari Terbit

Indonesia, Dangerously Beautiful
Private Beach, bisa dijangkau saat surut

Ada monyet2 di balik bukit itu
Hamparan pasir putih luas keemasan. Pantainya berombak tenang meskipun di laut, ombak khas pantai selatan yang besar bergulung-gulung. Diapit dua bukit karang di ujungnya. Ini spektakuler. Mirip dreamland Bali tapi versi masih sepi. Dan, sebatang pohon (entah jenis apa) yang tumbuh di tengah pantai menjadi ikon Pok Tunggal. Sungguh fotogenik.
Bulu Babi, Semua yg babi memang haram :3
Beware your footstep!






Susah berjalan di pantai ini. Pasirnya liat dan halus. Terlebih jarak antara tempat kami mendirikan tenda dengan warung dan toilet sangat jauh karena luasnya hamparan pasir pantai Pok Tunggal. Kami sampai di sana tepat saat matahari terbenam. Langit jingga meski mendung dan awan gelap.

Usai mendirikan tenda, kami pesan minuman hangat dan nasi goreng menikmati pantai saat magrib bersama enam sahabat. Sederhana sekali bahagia ini.

Lumut laut, bisa nih menggembala kuda (laut) di sini
Setelah malam sebelumnya kami tidur jam setengah tiga, kini kami langsung tidur. Memang gelap gulita sih, jadi, tak ada yang bisa dilakukan selain tidur? Ditemani guruh suara petir campur ombak di lautan, kami berdoa sebelum tidur “semoga hujannya jatuh di laut saja”.

Bintang laut biru. See? itu yg pada bengong di balik batu
qqq. Patrick kali ya.
Pagi, jam tiga pagi, saya bangun menanti sholat subuh. Beberapa nelayan lobster sudah mencari kerang umpan memancing lobster. Laut sedang surut. Beberapa biota laut macam bintang laut, bulu babi, aneka ikan warna-warni terperangkap cerukan di pantai karang. Persis akuarium di rumah orang kaya yang komplit. Subhanallah, baiknya Allah pada negeriku.

Lagi-lagi, sunrise ada di balik bukit. Kami coba naik bukit dan mencari matahari terbit tapi tetap gagal karena di balik bukit ada bukit lainnya. Justru kami berjumpa banyak monyet liar.
Superb!!

Pukul delapan pagi, kami kembali ke Kota Jogja dengan membawa banyak semangat dan baterai untuk menghadapi rutinitas di kantor lagi. Oh ya, dalam hati, saya berdendang lagu ini:



Tanah airku Indonesia
Negeri elok amat kucinta
Tanah tumpah darahku yang mulia

Yang kupuja sepanjang masa
Tanah airku aman dan makmur
Pulau kelapa yang amat subur
Pulau melati pujaan bangsa

Sejak dulu kala
Reff:
Melambai lambai
Nyiur di pantai
Berbisik bisik

Raja Kelana
Memuja pulau
Nan indah permai
Tanah Airku

Indonesia
(Ismail Marzuki)
disewa2: Sepuluh ribu saja tikar dan payungnya




Terimakasih, teman-teman seperjalanan. cc: Fauzi, Surya, Dedi, Faiz, Qomar, Afan

You might also like:  
     

4 comments:

  1. Replies
    1. Makasih Ikooooooo. Bulan madu kesana gih, masih sepi lho. XD

      Delete
  2. ini pantai mananya jogja? :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. ke selatan Mas. teruuuus, sekitar 75 km an. di baratnya siung. :D

      Delete