Wednesday 27 April 2011

Sastra Dalam Bulutangkis

Saya menyukai kedua hal itu. Sepertinya saya jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihat pertandingan bulutangkis yang disiarkan di televisi sekitar 11 tahun lalu. Olimpiade Sydney 2000, Thomas Uber 2002 China, Olimpiade Athena 2004, dan Thomas Uber 2004 Jakarta. Saat itulah saya kecil sudah mulai berkhayal dan berfantasi ria menjadi pemain bulutangkis hebat yang dielu-elukan penonton di seluruh Nusantara. 
 Sony @ Japan Open SS, 2009
Maria @ Olympic Games, Beijing 2008
Sony Dwi Kuncoro dan Maria Kristin adalah pemain favorit saya sampai kini, 21 tahun. Menurut saya, Penampilan Sony sepanjang 2009 terutama saat menjadi runner up Kejuaraan Dunia di Malaysia 2009 adalah yang paling memukau, sedangkan Maria Kristin paling menghipnotis saya saat Olimpiade Beijing 2008. Dia, satu-satunya pemain non China yang mampu bertahan sampai semifinal, dijuluki Queen of Three Games oleh Badminton World Federation karena dulu hampir selalu memenangkan duel rubber set dengan lawannya. Sayang, ia harus kalah di semifinal oleh Zhang Ning yang akhirnya mendapat emas. Namun yang sangat saya ingat adalah ketika ia bertanding melawan Lu Lan dalam perebutan medali perunggu. Ia tampil dingin tapi kalem dan akhirnya mampu membungkam publik tuan rumah se-stadion. Bahkan Lu Lan menangis dengan derasnya ketika ia dikalahkan pemain non unggulan itu..

Sony and Maria, Get well soon, Make a good comeback and surprise me, again.

Kalau sastra, saya tidak tahu pasti menyenanginya sejak kapan. Mungkin sejak teman saya menyenanginya.. Atau sejak saya merasa harus menyenanginya? Entahlah, saya lupa memisahkan "suka" dan "tidak suka" dalam menulis, meski tidak semua tulisan saya adalah sastra, tapi setiap saya ada waktu, ingin rasanya membuka laptop dan mulai asal mengetik apa saja.
Sastra dan Bulutangkis. 
Keduanya menjadi sangat dekat bila dilihat dari kacamata saya. Baik menulis karya sastra ataupun main bulutangkis sama-sama membuat saya lapar sesudahnya.

Tapi, saya memaknai lebih jauh dalam setiap permainan bulutangkis. Oh ya, ini hanya berlaku untuk permainan ganda ya..
Pertama, Anda pasti menang dengan siapapun partner Anda, jika dan hanya jika Anda percaya padanya. Trust me, you have to believe in your partner.
Jika Anda percaya, Anda akan merasa percaya bahwa ia mampu meng-cover handicap Anda. Komunikasi Anda akan berjalan tanpa perlu terucap. Secara otomatis, Anda tidak akan membiarkannya menerima smash atas bola-bola tanggung yang Anda berikan. Anda berusaha sebaik mengkin dan serapi mungkin dalam bertanding. Lakukan itu beberapa menit dan saksikan, woila, congratz, you win this match.
Jika sebaliknya Anda tidak percaya padanya, sebagus apapun kalian berdua, ego masing-masing akan dengan mudah dikalahkan oleh pasangan lawan.

Saya pikir, itu saja. Aneh, padahal saya menulis "pertama", yang seharusnya menurut EYD, pertama menunjukkan sequence, harusnya diikuti oleh kedua, ketiga, dst.

Ini sengaja untuk menekankan bahwa percaya adalah kunci dalam bermain bulutangkis. Sugestikan itu sebelum bertanding, dan mundurlah dengan ksatria jika Anda merasa bahwa Anda masih belum mampu mempercayainya.


Guruh ini,
Lari ku tak bisa,
Pecahkan, ku tak kuasa.

2 comments:

  1. ada persamaan antara perasaan patah hati dalam sastra dan perasaan saat raket anda patah...

    #nda sesok nyilih raket....

    ReplyDelete
  2. anggap saja itu sama. sejak kapan? sejak tidak ada orang yang menyatakan itu berbeda.


    #eh sesuk aku yo diajak main karo nugie jam 9.

    ReplyDelete