Sebelumnya saya tidak
punya tujuan lain ke Pekalongan selain untuk berbelanja batik. Sebagai sentra
penghasil kain batik terbesar di Indonesia dan mungkin dunia, memang wisata
batik lah yang sangat ditonjolkan oleh Pemerintah Daerahnya. Namun saya
penasaran, jika hanya karena batik, apakah mungkin Pekalongan didaftarkan oleh
Indonesia ke Unesco sebagai kota budaya dunia yang perlu dilindungi dan
dilestarikan? Apalagi dari Indonesia hanya 2 kota saja yang didaftarkan,
Pekalongan dan Solo. Pasti ada yang menarik di sana.
Berbekal dari rasa
penasaran tersebut, 11 Oktober 2013 berangkatlah saya sendiri menuju Pekalongan
dengan kereta api. Kereta ekonomi yang ke Pekalongan berangkat pukul 22.10 WIB
dari stasiun Pasar Senen, cocok untuk memulai traveling dari hari jumat sepulang kerja.
Dengan kereta yang
nyaman, tiada hal lain yang lebih nikmat dilakukan di kereta malam selain
tidur. Tapi sejak dari Tegal saya sudah tidak bisa tidur karena takut kebablasan.
Padahal kan masih jauh ya, ada Pemalang juga di antara Tegal dan Pekalongan.
Tepat subuh, saya
sampai di Stasiun Pekalongan. Kemarin saya ‘googling’ dan mendapati ada
beberapa alternatif wisata di sini. Musium Batik, Pasar Setono, IBC, Pantai
Pasir Kencana, Pantai Slamaran, Tempat Pelelangan Ikan, dan kompleks wisata
hutan Petungkriyono adalah beberapa di antaranya. Yang terakhir sepertinya
berat, sebab di internet disebutkan jaraknya sekitar 40km dari pusat kota dan
tidak banyak angkutan umum ke sana. Next
time, maybe…
Dari stasiun, saya
menyeberang ke pertigaan pom bensin menaiki angkot oranye ke kawasan Boom. Boom
adalah nama lokal untuk daerah di sekitar Pantai Pasir Kencana. Saya ingin
mencari sunrise di Pantai. Di sepanjang jalan, entah sugesti saya atau memang
benar demikian, menurut saya jalannya lebar dan bersih dibandingkan dengan kota
lain pada umumnya. Suasana khas Kota di Jawa yang masih tidak terlalu ramai
menemani 15 menit perjalanan ke utara selepas jalur utama Pantura.
***
 |
Sunrise, selalu cantik dimanapun |
Pagi itu Pantai Pasir
Kencana masih sepi. Hanya beberapa orang saja yang berjoging di sana. Saya
sadar betul kalau Pantai di Utara Jawa ya memang tidak sebagus Pantai Selatan.
Jadi ekspektasi saya tidak terlalu tinggi ketika masuk ke sana.
 |
Jembatan Kanal Buatan di Pasir Kencana |
 |
Anjungan di Pasir Kencana |
Yang saya apresiasi
adalah, bagaimana Pemerintah Daerah/ Pengelola menyadari kelemahan tersebut dan
berusaha menghias dan melengkapi Pantai-pantai tersebut untuk menarik
pengunjung. Ada panggung hiburan, jembatan yang menghubungkan kanal dan batu
pembatas ombak, deretan pohon cemara, bebek air, Musium Bahari, kandang-kandang satwa, Gazebo, dan
Anjungan pantai. Meskipun demikian, tetap pantai yang cantik alami seperti di
Pantai Selatan jauuuuh lebih layak dipilih kalau Anda mau mencari wisata pantai.
 |
kapal-kapal nelayan merapat di pelabuhan sandar |
 |
Syahbandar? Entah kok jadi ingat malin kundang |
 |
Ikan dimana-mana, beli satu boleh gak ya? |
 |
I'm broken heart because of this, hiks, please jangan tangkap hewan langka itu dong |
Selepas dari Pasir
Kencana, saya tertarik mendatangi keriuhan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang tak
jauh dari Pasir Kencana. Rupanya sumber keributan tersebut adalah suara seorang
pemimpin lelang yang duduk di atas kursi tinggi dan dikelilingi puluhan orang
yang bidding ikan secara tradisional
dengan isyarat jari. Riuh rendah lah pokoknya. Di sekeliling mereka, ikan-ikan
beku hasil tangkapan perahu-perahu nelayan semalam yang baru saja merapat.
Terdapat berbagai macam jenis ikan, termasuk hiu, ada di sana.
 |
Penampakan luar museum batik |
Matahari yang semakin
terik membuat saya memilih menjauhi pantai dengan naik angkot oranye lagi ke
arah Musium Batik. Di tengah jalan, mata saya menangkap sebuah warung yang
menjual Nasi Megono yang katanya khas Pekalongan. Sepiring Nasi Megono + Cumi +
Teh Manis Hangat hanya Rp 8.000,00. Meeen, murah bener, kalo di Jakarta mah
bisa Rp30.000 nih. Tak jauh dari sana, di depan SMPN 1, ada penjual sup buah.
Meskipun sudah kenyang, saya tetap beli demi membandingkan harganya dengan di
Jakarta. Kalau di Jakarta kan Rp10.000, nah di sana hanya Rp 6.000 dan buahnya
jauh lebih banyak. Berasa mendadak jadi orang kaya kalau traveling ke tempat
murah begini. Pada umumnya, Jawa Tengah dan DIY yang paling murah kalau urusan
makanan.
 |
Cumi+ Megono + Teh Manis = Rp 8.000 |
 |
Sop Buah yang beneran banyak buahnya, bukan airnya kyk di Jkt |
Setelah kekenyangan,
saya ikut tur di Museum Batik. Cukup membayar Rp 5.000 saja dan saya sudah
mendapat guide pribadi untuk berkeliling museum berarsitektur eropa tersebut,
termasuk praktik melukis batik di sebuah kain selebar 30cm yang dibagikan.
Wuih, mbatik itu susah betul Bro.
Sekarang saya jadi maklum kenapa harga batik tulis itu mahal. Di museum ini,
pengunjung dilarang memotret dan memegang koleksi. Ada ratusan koleksi motif
batik keraton maupun pesisir dari seluruh Indonesia di sana. Ternyata sebagian
besar daerah di Nusantara punya motif sendiri ya… Ah, proud!
 |
Canting, Kompor, Lilin: Bahan baku membatik |
 |
sampai berkeringat, fyuuuh |
Usai dari Museum Batik,
saya lanjutkan perjalanan ke Pasar Grosir Setono. Selain harganya yang sangat
murah, pasarnya cukup nyaman dan bersih. Langit-langitnya yang tinggi membuat
sirkulasi udara di dalamnya cukup baik. Banyaknya lapak lumayan membuat bingung
dalam menentukan pilihan. Hayo, yang minat bisnis jualan batik, kulakan dimari
saja.
 |
Disini, kemeja batik cuma 20rebuan |
Dari Setono, saya
kembali ke alun-alun. Di sana ketemu masjid agung untuk istirahat sejenak, nge-charge
baterai Hp dan mandi sore dilanjut makan sore di warung-warung yang berjajar di
sepanjang trotoar alun-alun. Lagi-lagi sepaket makan kurang dari Rp10.000,00.
 |
Bingung nggak nih milihnya? |
Sampai di sana saya
masih belum sepenuhnya menemukan alasan kenapa Pekalongan yang didaftarkan ke
Unesco. Lalu, pulang dari alun-alun ke stasiun, saya jalan kaki menelusuri trotoar
jalan hayam wuruk yang lebar. Sepanjang jalan itulah banyak terdapat
butik-butik batik. Kuliner-kuliner yang masih unik seperti nasi goreng yang
dimasak pakai arang, bakul-bakul jamu, tauto, dan nasi megono. Hotel pun banyak
disana-sini. Moda transportasi berlimpah mulai bis, angkot, sampai becak.
Sangat turis sekali!
 |
Peta 'persebaran' industri rumahan di Kauman |
 |
Kalau ini, Pesindon |
Keyakinan saya semakin nyata
ketika di pintu tiap gang (Kampung Kauman dan Pesindon) terdapat peta home
industry batik, dilengkapi dengan tembok yang dilukis batik. Begitu saya masuk
ke gang-gang di Pesindon, butik-butik eksklusif bertebaran. Woah, sungguh
mempesona. “Turis mancanegara pasti suka yang beginian” batin saya. This is
almost perfect, trotoar yang nyaman untuk jalan dengan sightseeing yang adorable.
Jadilah saya mendapat
jawaban kenapa Pekalongan didaftarkan ke Unesco. Ia kota yang menjaga dan
melestarikan warisan budaya luhur batik yang merupakan kekayaan tak ternilai
Indonesia. Ia juga merupakan kota yang nyaman, teduh, dan menyenangkan untuk
dipakai sebagai tempat belanja, jalan, dan jajan.
 |
Yihaaa, vote Pekalongan for Unesco Heritage city! |
Ayo, sebelum Pekalongan
dibanjiri turis manca seperti Jogja dan Bali, turis lokal kudu nyobain dulu!
Kenali Budayamu, Cintai Negerimu!
Terima kasih sudah berkunjung ke Pekalongan ... Kapan kapan ke Pekalongan lagi dong ... nanti akan kami ajak ke Petungkriyono :) .... Tulisan blognya mantap ... terima kasih :)
ReplyDeleteSama-sama. Terimakasih sudah membaca...
DeleteWah, sejak tulisan ini di posting saya sudah 2x lagi main ke Pekalongan ;)
kalau Petungkriyono, ini postingan tentang Petung: http://sandaaditya.blogspot.com/2013/12/petungkriyono-dieng-yang-masih-alami.html
salam.
Kalau dari stasiun pekalongan ke pasar sentono naik angkot apaan yah?
ReplyDeleteDear mas sanda aditya,
ReplyDeleteSangat jelas dan terperinci. InshaaAllah mau ke pekalongan weekend ini, nampaknya itinerary dari mas ini akan saya ikuti. Berhubung aku one day trip dan sendirian wae, jd emang bener2 asik klo ngikutin rute mas ini hehehe. Thank you mas for sharing.
Nanya dong bang,, pas abang kesana bermalam ga? Terus pas bermalam,, tidurnya dimana? Atau di masjid gituh ala-ala backpacker? Hehehe
ReplyDeletemantappppppp
ReplyDelete