Agak mirip judul FTV ya? Atau bahkan seperti iklan kampanye pilkada? Haha, bisa jadi.
tenda kami di Pondok Salada
Papandayan berangkat dari sebuah obrolan hangat segerombolan
kawan akrab dalam reuni dadakan yang dulu pernah sama-sama kuliah di STAN, kampus
perjuangan. Haru biru kebersamaan menaklukkan (sebenarnya, mungkin justru kami lah
yang ditaklukkan) intermediate accounting, akuntansi pajak, manajemen keuangan,
dan cost accounting rupanya masih terus membuat kami tak pernah lost contact satu sama lain selama
lebih dari 3 tahun terakhir ini.
Dalam suasana Ramadhan 1434 H, usai baksos yang meriah
sesorean tadi, di sebuah warung nasi goreng pinggir jalan di bilangan Pasar Senen
Jakarta Pusat, bergulirlah ide dan racauan geng
kami.
Dhani: kita harus realisasikan acara sunatan masal di reuni
tahun depan di Makasar!
Ayu: terus ide bikin perpustakaannya gimana?
Fitri: waaa, keren, satu per satu aja…
Yudha: (bengong aja)
Saya: emmm, mana nih nasi gorengnya kok lama betul, udah mau tarawih tapi kita
belum buka puasa?
*_*
Dhani: (sambil ngunyah) eh, Sand, kamu udah jalan kemana
aja?
Erna: iya nih, kok aku nggak pernah diajak naik gunung? Mau dong kalau ada
acara naik, kita-kita diajak.
Saya: Emang kalian mau?
Lolita: ya mau lahhh, yuk tentuin jadwal. Yang dekat-dekat aja…
Saya: gimana Dhan?
Dhani: yoi, atur saja, biar jantan kita, naik gunung semua. Gede saja.
(singkat cerita, akhir September disepakati, kami
bersama-sama akan naik Gunung Gede di Cianjur)
*_*
Kesibukan masing-masing
(tsaaah, pencitraan) membuat kami saya lupa, bahwa untuk mendaki Gunung
Gede diperlukan registrasi yang cukup ribet. Dan begitu kami ingat, H-3 minggu,
jumlah pendaftar dan waiting list
untuk pendakian Gunung Gede sudah berlebih. Baik jalur Cibodas, Selabintana,
maupun Gunung Putri (saat itu sedang direnovasi kabarnya). Yaaah, masa gagal…
Apalagi yang begitu bersemangat dalam pendakian ini adalah Erna yang saat ini
bekerja di Singapura Batam. Dia sudah bela-belain beli tiket pesawat Jakarta-Batam
lho demi pendakian ini.
Akhirnya, kami yang tinggal di Jakarta cari alternative lainnya.
Dengan baca-baca di internet dan catatan perjalanan orang-orang, kami putuskan
bahwa Papandayan mungkin pilihan yang tepat untuk rombongan kami menggantikan
Gunung Gede.
*_*
Jumat 27 September 2013
Macetnya jalan Gatot Subroto membuat perjalanan
kantor-Terminal Kampung Rambutan menghabiskan waktu 2 jam lebih. Dengan kondisi
bus Transjakarta yang penuh sesak, rasanya tak tega untuk masuk ke dalamnya
dengan memanggul keril 60 L ini. Bagaimana lagi, wong hari jumat, kalau mau bis
yang sepi, ya nunggu sampai jam 10an. Padahal teman-teman yang perempuan sudah
pada confirm tiba di terminal.
Setibanya di Kampung Rambutan, kami berenam bergegas naik
bis jurusan Garut. 4,5 jam perjalanan ini kami habiskan dengan tidur pulas.
Memasuki wilayah Garut, beberapa penumpang berkeril lainnya turun di
perjalanan. Rupanya mereka mau mendaki Gunung yang berbeda, yakni Guntur dan
Cikuray. Pukul 3 pagi kami sampai di Terminal Guntur. Hawa sejuk yang menyambut
indra peraba menyadarkan kami bahwa kami sudah berada jauh dari Jakarta yang
macet itu.
*_*
Sabtu 28 September 2013
Masih terlalu pagi untuk meneruskan perjalanan ke
Papandayan. Kalau naik angkot sekarang, pasti tarif nya lebih mahal dibanding kalau
agak siangan. Akhirnya, kami istirahat sejenak sambil menunggu subuh di Masjid
samping terminal. Woah, rupanya sudah ada puluhan pendaki juga yang istirahat di
sana. Pasti nanti di atas ramai. Mendaki Gunung makin populer saja akhir-akhir
ini.
Pukul 6, kami sarapan dulu sambal menunggu 2 teman lagi yang
semalam berangkatnya menyusul. Etdah, mereka bawa semangka, kangkung, tempe, dan
telur mentah dari pasar belakang terminal! Rupanya kami mau pesta kebun di
atas, haha.
Setelah lengkap, kami berdelapan berangkat dengan angkot
putih jurusan Cisurupan. Harganya Rp12.000 per orang. Mahal? Enggak juga sih, memang
ruteya jauh kok. Di sepanjang jalan, pemandangan pyramid Gunung Cikuray
memanjakan mata. Gunung yang bentuknya hampir limas sempurna itu juga merupakan
salah satu primadona pendaki gunung lho.
ukhti2 dalam wahana pick up goyang |
Antz Troopers, geng kami di camp david |
Setengah jam pertama rute kami adalah batuan kapur. Asap
belerang mengepul disana sini membuat pemandangan yang ditangkap retina dominan
putih dan biru. Putih untuk daratan, dan biru untuk langit yang cerah.
batuan kapur dan langit biru |
Usai tikungan tebing yang memagari lembah belerang, pemandangan
hijau dimana-mana. Pemandangan dari tikungan ini spektakuler sekali. Batuan
belerang dengan asapnya yang putih mengepul di kejauhan seperti cerobong asap
pabrik.
maksud tikungan tebing itu ini.. -.-" |
selamat datang di Pondok Salada |
menuju Pondok Salada |
edelweiss nya Pondok Salada |
Berlanjut ke... Pertama Kali Mendaki Gunung? Pilih Papandayan! (bagian 2)
No comments:
Post a Comment