Di Pondok Salada kami makan
kenyang dan ngobrol santai sampai lepas ashar. Selepas sholat, kami bersiap summit dengan membawa perlengkapan
secukupnya. Air minum, jas hujan, snack,
obat-obatan, kamera, dan headlamp
yang dibawa dalam daypack saja. “Track
yang sesungguhnya seharusnya baru dimulai” batin saya.
Pukul 16 kami berangkat,
menyusuri sumber air Pondok Salada yang terus menerus mengucur sehingga
menciptakan genangan air dimana-mana. Selepas itu, kami memasuki kawasan hutan mati
Papandayan yang sangat terkenal itu. Kalau dilihat-lihat, memang semuanya
tampak mirip. Pantas saya sering dengar cerita kalau di sini banyak yang
tersesat tak tahu arah jalan pulang, hihi. Kebanyakan karena bablas ke bawah
menuju belerang dan tidak berbelok ke kiri ke arah Pondok Salada. Kami sih
persiapannya dengan memasang rambu-rambu di pohon, mememori dengan foto, dan
mengingat betul kapan kami harus belok. Bismillah, mudah-mudahan nanti malam
kami tidak tersesat turunnya.
Merangkak demi puncak, @tanjakan mamang |
kebun edelweiss nya Tegal Alun |
Sunset berkabut di bukit Teletabis di Tegal Alun |
Selepas sabana, ada cekungan yang
memisahkan jalur puncak dan Tegal Alun. Perjalanan melalui jalur setapak
menembus rimbunnya pepohonan dimulai. Saking rimbunnya, jalur setapaknya kadang
hilang tertutupi pohon tumbang dan pakis-pakis yang tumbuh lebat. Mungkin saja banyak
yang mendaki Papandayan, tapi tidak betul-betul sampai Puncak, hanya ke Tegal
Alun atau Puncak Bayangan saja.
Three musketeer di Puncak Bayangan, hahaha |
Erna, Jauh-jauh dari singapura buat naik Papandayan *terharu |
Di 2665 mdpal (dari kiri ke kanan) Erna, Ani, Ayu, Loli, Fitri You rock girls, jantaaan! |
*_*
Sampai Tegal Alun, headlamp kami
matikan. Subhanalloh, milyaran bintang bertaburan di kanvas hitam milik sang
Khalik menemani perjalanan turun kami. Menurut pendapat saya, udara di
Papadayan cukup hangat, tidak sedingin gunung lainnya.
Benar saja apa yang saya takutkan
sore tadi terjadi, di hutan mati kami sempat kebingungan mencari belokan ke
Pondok Salada meskipun dari kejauhan sudah terihat lampu senter tenda-tenda di
sana. Untung hanya berputar-putar seperempat jam untuk menemukan jalan yang
tepat.
*_*
Minggu, 29 Oktober 2013
Paginya, kami naik lagi untuk
mencari oleh-oleh. Foto-foto dari Papandayan yang cantik. Pertama, sunrise di
hutan mati, lalu tanjakan mamang yang ternyata tak hanya garang, tetapi juga
ganteng sekali kalau dipotret. Kemudian di Tegal Alun, tak kurang dari seratus
jepretan kami lakukan dengan berbagai gaya. Semuanya cuakep! Awannya, Bukitnya,
Edelweissnya, Duh, sampai speechless. Pokoknya, Pertama Kali Mendaki Gunung?
Pilih Papandayan! It Works!
sunrise di hutan mati |
wonderful hutan mati |
jump high! release your pain! Terimakasih Dhani! |
ukhti2 menuruni tanjakan mamang tak hanya naik yang susah, turun pun juga |
sungainya bau belerang, cocok buat yang mau cuci muka ilangin jerawat *yakali |
Sebelum pulang, see you next trips guys! |
Ups, ngomongin soal works, jadi nggak sabar untuk sampai
Jakarta senin subuh, lalu ngantor, lalu kerja yang rajin, lalu gajian dapat
duit banyak, lalu duitnya sebagian dipakai jalan-jalan lagi. :D
No comments:
Post a Comment