Wednesday 6 November 2013

Kota Pekalongan, (Hampir) Sempurna untuk Turis

Sebelumnya saya tidak punya tujuan lain ke Pekalongan selain untuk berbelanja batik. Sebagai sentra penghasil kain batik terbesar di Indonesia dan mungkin dunia, memang wisata batik lah yang sangat ditonjolkan oleh Pemerintah Daerahnya. Namun saya penasaran, jika hanya karena batik, apakah mungkin Pekalongan didaftarkan oleh Indonesia ke Unesco sebagai kota budaya dunia yang perlu dilindungi dan dilestarikan? Apalagi dari Indonesia hanya 2 kota saja yang didaftarkan, Pekalongan dan Solo. Pasti ada yang menarik di sana.

Berbekal dari rasa penasaran tersebut, 11 Oktober 2013 berangkatlah saya sendiri menuju Pekalongan dengan kereta api. Kereta ekonomi yang ke Pekalongan berangkat pukul 22.10 WIB dari stasiun Pasar Senen, cocok untuk memulai traveling dari hari jumat sepulang kerja.

Dengan kereta yang nyaman, tiada hal lain yang lebih nikmat dilakukan di kereta malam selain tidur. Tapi sejak dari Tegal saya sudah tidak bisa tidur karena takut kebablasan. Padahal kan masih jauh ya, ada Pemalang juga di antara Tegal dan Pekalongan.

Tepat subuh, saya sampai di Stasiun Pekalongan. Kemarin saya ‘googling’ dan mendapati ada beberapa alternatif wisata di sini. Musium Batik, Pasar Setono, IBC, Pantai Pasir Kencana, Pantai Slamaran, Tempat Pelelangan Ikan, dan kompleks wisata hutan Petungkriyono adalah beberapa di antaranya. Yang terakhir sepertinya berat, sebab di internet disebutkan jaraknya sekitar 40km dari pusat kota dan tidak banyak angkutan umum ke sana. Next time, maybe…

Dari stasiun, saya menyeberang ke pertigaan pom bensin menaiki angkot oranye ke kawasan Boom. Boom adalah nama lokal untuk daerah di sekitar Pantai Pasir Kencana. Saya ingin mencari sunrise di Pantai. Di sepanjang jalan, entah sugesti saya atau memang benar demikian, menurut saya jalannya lebar dan bersih dibandingkan dengan kota lain pada umumnya. Suasana khas Kota di Jawa yang masih tidak terlalu ramai menemani 15 menit perjalanan ke utara selepas jalur utama Pantura.

***

Sunrise, selalu cantik dimanapun
Pagi itu Pantai Pasir Kencana masih sepi. Hanya beberapa orang saja yang berjoging di sana. Saya sadar betul kalau Pantai di Utara Jawa ya memang tidak sebagus Pantai Selatan. Jadi ekspektasi saya tidak terlalu tinggi ketika masuk ke sana.

Jembatan Kanal Buatan di Pasir Kencana
Anjungan di Pasir Kencana
Yang saya apresiasi adalah, bagaimana Pemerintah Daerah/ Pengelola menyadari kelemahan tersebut dan berusaha menghias dan melengkapi Pantai-pantai tersebut untuk menarik pengunjung. Ada panggung hiburan, jembatan yang menghubungkan kanal dan batu pembatas ombak, deretan pohon cemara, bebek air, Musium Bahari, kandang-kandang satwa, Gazebo, dan Anjungan pantai. Meskipun demikian, tetap pantai yang cantik alami seperti di Pantai Selatan jauuuuh lebih layak dipilih kalau Anda mau mencari wisata pantai.

kapal-kapal nelayan merapat di pelabuhan sandar
Syahbandar? Entah kok jadi ingat malin kundang
Ikan dimana-mana, beli satu boleh gak ya?
I'm broken heart because of this, hiks,
 please jangan tangkap hewan langka itu dong
Selepas dari Pasir Kencana, saya tertarik mendatangi keriuhan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang tak jauh dari Pasir Kencana. Rupanya sumber keributan tersebut adalah suara seorang pemimpin lelang yang duduk di atas kursi tinggi dan dikelilingi puluhan orang yang bidding ikan secara tradisional dengan isyarat jari. Riuh rendah lah pokoknya. Di sekeliling mereka, ikan-ikan beku hasil tangkapan perahu-perahu nelayan semalam yang baru saja merapat. Terdapat berbagai macam jenis ikan, termasuk hiu, ada di sana.

Penampakan luar museum batik
Matahari yang semakin terik membuat saya memilih menjauhi pantai dengan naik angkot oranye lagi ke arah Musium Batik. Di tengah jalan, mata saya menangkap sebuah warung yang menjual Nasi Megono yang katanya khas Pekalongan. Sepiring Nasi Megono + Cumi + Teh Manis Hangat hanya Rp 8.000,00. Meeen, murah bener, kalo di Jakarta mah bisa Rp30.000 nih. Tak jauh dari sana, di depan SMPN 1, ada penjual sup buah. Meskipun sudah kenyang, saya tetap beli demi membandingkan harganya dengan di Jakarta. Kalau di Jakarta kan Rp10.000, nah di sana hanya Rp 6.000 dan buahnya jauh lebih banyak. Berasa mendadak jadi orang kaya kalau traveling ke tempat murah begini. Pada umumnya, Jawa Tengah dan DIY yang paling murah kalau urusan makanan.

Cumi+ Megono + Teh Manis = Rp 8.000
Sop Buah yang beneran banyak buahnya, bukan airnya kyk di Jkt
Setelah kekenyangan, saya ikut tur di Museum Batik. Cukup membayar Rp 5.000 saja dan saya sudah mendapat guide pribadi untuk berkeliling museum berarsitektur eropa tersebut, termasuk praktik melukis batik di sebuah kain selebar 30cm yang dibagikan. Wuih, mbatik itu susah betul Bro. Sekarang saya jadi maklum kenapa harga batik tulis itu mahal. Di museum ini, pengunjung dilarang memotret dan memegang koleksi. Ada ratusan koleksi motif batik keraton maupun pesisir dari seluruh Indonesia di sana. Ternyata sebagian besar daerah di Nusantara punya motif sendiri ya… Ah, proud!

Canting, Kompor, Lilin: Bahan baku membatik
sampai berkeringat, fyuuuh
Usai dari Museum Batik, saya lanjutkan perjalanan ke Pasar Grosir Setono. Selain harganya yang sangat murah, pasarnya cukup nyaman dan bersih. Langit-langitnya yang tinggi membuat sirkulasi udara di dalamnya cukup baik. Banyaknya lapak lumayan membuat bingung dalam menentukan pilihan. Hayo, yang minat bisnis jualan batik, kulakan dimari saja.

Disini, kemeja batik cuma 20rebuan
Dari Setono, saya kembali ke alun-alun. Di sana ketemu masjid agung untuk istirahat sejenak, nge-charge baterai Hp dan mandi sore dilanjut makan sore di warung-warung yang berjajar di sepanjang trotoar alun-alun. Lagi-lagi sepaket makan kurang dari Rp10.000,00.

Bingung nggak nih milihnya?
Sampai di sana saya masih belum sepenuhnya menemukan alasan kenapa Pekalongan yang didaftarkan ke Unesco. Lalu, pulang dari alun-alun ke stasiun, saya jalan kaki menelusuri trotoar jalan hayam wuruk yang lebar. Sepanjang jalan itulah banyak terdapat butik-butik batik. Kuliner-kuliner yang masih unik seperti nasi goreng yang dimasak pakai arang, bakul-bakul jamu, tauto, dan nasi megono. Hotel pun banyak disana-sini. Moda transportasi berlimpah mulai bis, angkot, sampai becak. Sangat turis sekali!
Peta 'persebaran' industri rumahan di Kauman

Kalau ini, Pesindon

Keyakinan saya semakin nyata ketika di pintu tiap gang (Kampung Kauman dan Pesindon) terdapat peta home industry batik, dilengkapi dengan tembok yang dilukis batik. Begitu saya masuk ke gang-gang di Pesindon, butik-butik eksklusif bertebaran. Woah, sungguh mempesona. “Turis mancanegara pasti suka yang beginian” batin saya. This is almost perfect, trotoar yang nyaman untuk jalan dengan sightseeing yang adorable.

Jadilah saya mendapat jawaban kenapa Pekalongan didaftarkan ke Unesco. Ia kota yang menjaga dan melestarikan warisan budaya luhur batik yang merupakan kekayaan tak ternilai Indonesia. Ia juga merupakan kota yang nyaman, teduh, dan menyenangkan untuk dipakai sebagai tempat belanja, jalan, dan jajan.

Yihaaa, vote Pekalongan for Unesco Heritage city!
Ayo, sebelum Pekalongan dibanjiri turis manca seperti Jogja dan Bali, turis lokal kudu nyobain dulu! Kenali Budayamu, Cintai Negerimu!

6 comments:

  1. Terima kasih sudah berkunjung ke Pekalongan ... Kapan kapan ke Pekalongan lagi dong ... nanti akan kami ajak ke Petungkriyono :) .... Tulisan blognya mantap ... terima kasih :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama. Terimakasih sudah membaca...

      Wah, sejak tulisan ini di posting saya sudah 2x lagi main ke Pekalongan ;)

      kalau Petungkriyono, ini postingan tentang Petung: http://sandaaditya.blogspot.com/2013/12/petungkriyono-dieng-yang-masih-alami.html

      salam.

      Delete
  2. Kalau dari stasiun pekalongan ke pasar sentono naik angkot apaan yah?

    ReplyDelete
  3. Dear mas sanda aditya,
    Sangat jelas dan terperinci. InshaaAllah mau ke pekalongan weekend ini, nampaknya itinerary dari mas ini akan saya ikuti. Berhubung aku one day trip dan sendirian wae, jd emang bener2 asik klo ngikutin rute mas ini hehehe. Thank you mas for sharing.

    ReplyDelete
  4. Nanya dong bang,, pas abang kesana bermalam ga? Terus pas bermalam,, tidurnya dimana? Atau di masjid gituh ala-ala backpacker? Hehehe

    ReplyDelete