Wednesday 7 December 2011

Survival Kit for Backpacker (private vers)


Kejenuhan melanda saya dalam proses menulis perjalanan kami ke Bali (FYI, saat ini masih sampai di hari pertama pusing-pusing (artikan dalam bahasa Malaysia) di Bali). Dalam beberapa panduan yang ditulis oleh para pakar menulis, ketika terjadi hal seperti ini, alih-alih kita disarankan untuk rehat sejenak dari menulis, tapi malah dianjurkan untuk tetap menulis tapi dengan topic yang lain. 

Tak jauh-jauh dari sana rupanya ide saya.

Berikut daftar barang yang “baiknya” dipersiapkan sebelum backpackingan.

-          Handuk: backpacking tanpa handuk? Disaster! Terutama bagi teman seperjalanan Anda. Kenapa? Sebab setelah Anda mandi, tanpa pakai handuk untuk mengeringkan badan, akan membuat baju ganti yang kita pakai setelahnya jadi basah kuyup. Bayangkan baunya keringat bercampur “apek” nya baju basah kita. Bukannya sok higienis atau apa, tapi wiiii…
Ya,handuk memang spacing dan handuk basah bekas pakai akan lebih memakan tempat lagi. Solusinya, bawalah handuk kecil yang kiranya cukup untuk dipakai beberapa hari saja. Jika basah, biasanya saya dalam perjalanan ‘meng angin-aginkannya’ di jendela kereta agar agak kering sebelum di pack ke dalam ransel. Ribet? Tidak juga saya rasa.  
 
-          Jaket: Jaket ini barang vital lho… Banyak hal bisa diselamatkan dengan jaket. Ketika berkendaraan di daerah yang terlalu panas seperti Bali selatan atau daerah yang terlalu dingin seperti pegunungan tengah di Bali, jaket sangat penting untuk dibawa. Ketika badan agak meriang, sementara teman sekamar tidak juga mau mengalah untuk mengecilkan AC/kipas angin, jaket bisa dipakai sebagai alternative win win solution.
Pengalaman, ketika kelebay-an terjadi, missal dalam kisah kami di atas fery antara Ketapang-Gilimanuk, tengah malam, dengan angin laut yang panas-tapi-kencang, nongkrong rame-rame di atas kapal bukanlah pilihan yang baik. Pakailah jaket maka Anda tidak akan kehilangan momen special tersebut bersama teman-teman Anda tapi juga terhindar dari masuk angin.
Saat baju kita habis, dan baju kemarin yang kita cuci belum juga kering pun bisa menjadi alasan penguat kenapa jaket adalah item yang wajib dibawa oleh seorang backpacker. Dengan fungsi sebanyak itu, boleh jadi jaket paling sering dipakai. Bau? Ya, item selanjutnya akan menjadi solusinya.

-          Parfum: jelas bukan kenapa harus bawa parfum? Kecuali bila Anda punya rasa percaya diri yang berlebih (in other words: tak tahu malu). Betapa kejam pernyataan saya ya? Ah, tidak juga kok, memang kita harus sadar bahwa polusi udara tidak hanya terdiri atas polusi yang disebabkan oleh emisi gas karbon saja, tetapi bau baju dan badan Anda juga termasuk polusi lho…    

-          Buku traveler’s guidance: item ini tidak begitu perlu Anda bawa ketika Anda berwisata bersama rombongan besar paket travel. Atau jika Anda punya teman yang siap menjadi guide selama backpackingan.
Apa sih faedah item ini? Pertama, sebagai penunjuk arah yang pas. Banyak buku yang menyajikan denah yang sangat jelas untuk mencapai berbagai tempat wisata, bagaimana cara kita ke sana, dan kisaran harga angkot atau kendaraan umum sebagai patokan agar tidak mudah terbujuk calo (yang banyak bertebaran mengincar wajah-wajah yang ‘too excited’ dan gampang terbujuk seperti kami).
Kedua, buku tersebut memberikan alternative bagaimana liburan yang menyenangkan terkait rute wisata, cara menikmatinya, dan sajian tentang keunggulan maupun kelemahannya. Contoh, dalam buku ‘lonely planet’ yang kami bawa saat backpackingan ke Bali dijelaskan bahwa Ubud adalah daerah yang sangat tenang dengan mountain breeze yang meneduhkan hati. Di sana Anda akan tidak sadar bahwa Anda sudah menghabiskan berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan di sana. Kami pikir, lebay sekali si penulisnya ya padahal kami (yang berputar-putar) tersesat di Ubud, kesal sekali nggak tahu harus kemana kemana kemana… Tapi, rupanya dalam penjelasan selanjutnya, untuk menikmati Ubud harusnya dengan bersepeda atau lebih disarankan dengan berjalan kaki. Ada banyak rute untuk menjalaninya. Mongkey forest-Yeh Pulu-Goa Gajah-Sukawati-melalui hamparan lembah sungai dan sawah yang berteras-teras. Dewa!!! Sayangnya kami belum baca itu, jadi nggak tahu kalau harusnya kami jalan kaki bukannya kebut-kebutan naik matic. Penting bukan?
Ketiga, guidance book juga penting untuk member informasi mengenai item-item penunjang temat wisata seperti tempat ibadah, restoran (atau warung), penginapan, dsb. Dan semuanya ada kontak dan kisaran harganya.
Dengan guidance book, nasib liburan kita akan lebih baik. Percaya deh…
Bagaimana cara memperolehnya? Jika membeli yang baru dan original, biasanya harganya akan sangat mahal. FYI, lonely panet harganya Rp300.000,00 tahun 1997. Carilah di toko-toko buku second, mungkin ada. Kalau mau praktis dan murah, download saja dan print.       

-          Obat pribadi: apalagi jika Anda penyakitan. Duh bahasanya! Maksudnya Anda punya penyakit yang mudah kambuh, missal alergi terhadap masakan laut. Maka, jangan lupakan atau Anda akan bentol-bentol. Contahnya, ada kawan kami se-backpackingan yang punya riwayat alergi seafood. Saat makan di warung bu Kadek (apalah arti sebuah nama…zzz), ia tidak tahu kalau ada campuran makanan laut yang diselipkan diantara lauk lainnya. Tidak material memang jumlahnya. Namun, segera ia pusing-pusing. Untung 3 kantong penuh obat anti alergi ia bawa…
Obat sebagai alat antisipasi penyakit yang sering muncul bagi seorang backpacker juga penting dipersiapkan. Berikut beberapa penyakit yang sering muncul mendadak menyerang para backpacker:
1.       Diare (secara umum disebut sakit perut): bedakan dengan maag lho ya… Kalau maag biasanya merupakan penyakit bawaan alias si penderita sudah terbiasa kena penyakit tersebut di kosan. Kalau diare, biasanya karena salah makan. Di tempat yang baru dan makanan baru, biasanya beberapa perut agak lambat beradaptasi sehingga mencret (ups, maaf kalau Anda bacanya sambil nyemil bubur atau minum slurpe* yang penampakannya mirip e’e itu). Saya sering kayak gitu, makannya saya selalu bawa entros*op yang (menurut saya) cepat mengatasi mencret sehingga perjalanan tidak terganggu.
2.       Iritasi mata. Terlalu banyak ngebut di jalanan denpasar yang berdebu dan macet (sumpah, kalau pagi macetnya gak kalah dengan Surabaya!) membuat mata Anda tiba-tiba merah dan gatal. Dengan ins*o, mata kembali segar (begitu bunyi iklannya).
3.       Kulit terbakar. Entah apa obatnya, kata teman saya yang (ngakunya, huehehe, peace MBAK) perempuan sih, rajin pakai pelembab saja ntar lama-lama sembuh juga.

-          Tas kresek: alat ini sepele. Namun sangat penting. Tas kresek (atau dalam bahasa Indonesia, kantong plastic) adalah alat serbaguna. Menurut saya, yang terpenting adalah sebagai partisi baju basah, baju bekas pakai tapi tidak basah, dan baju yang masinh belum dipakai. Serta, bila tas ransel Anda tidak memiliki banyak kantong, tas kresek bisa dipakai sebagai pemisah makanan minuman dengan celana dalam (wiii, pengalaman pribadi memalukan kok diumbar-umbar yak, hayoooo, siapa yang kemarin nyicip makanan saya?? *evilsmirk)

-          Tas kecil. Selain tas ransel besar yang berisi sebagian besar barang, Anda juga dianjurkan untuk membawa tas kesil, entah selempang atau bentuk apapun). Fungsinya untuk membawa barang-barang berharga selama diperjalanan wisata. Ransel dan baju cukup ditinggal di kamar penginapan, nah, barang-barang yang kita butuhkan hari itu (Seperti, sarung, dompet (dan uangnya), kacamata, hape, kamera, dsb) dibawa di tas kecil biar lebih praktis dan trendy.. 

-          Hmm, cukup itu saja sih menurut saya. Ada yang terlewat menurut Anda atau menurut Anda tas kresek/handuk itu nggak penting-penting amat? Feel free to share here… Because sharing is caring.

No comments:

Post a Comment