Friday 5 January 2018

Umroh Backpacker: 6 kebiasaan Unik Jamaah Indonesia di Haramain

Berdasarkan laman www.ihram.co.id (yang mengutip statistik terbaru yang dirilis Kementerian Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi), jumlah peziarah umroh Indonesia tahun 2017 menempati urutan terbanyak kedua setelah Pakistan. Jumlah ini (875.958 jamaah) meningkat sebesar 25% dibanding tahun 2016.

Dengan jumlah sebanyak itu, tak heran jika di tanah suci jamaah Indonesia gampang ditemukan dimana-mana. Terutama di toko suvenir. Ups, tapi disukai atau tidak, memang ada beberapa kebiasaan unik orang Indonesia di tanah air yang terbawa seutuhnya sampai kemanapun, termasuk di dua kota suci, Makkah dan Madinah. Hal tersebut, berdasarkan pengamatan saya, sepertinya telah menjadi brand yang mencolok dibandingkan dengan jamaah umroh asal negara lain.

Berikut ini beberapa kebiasaan unik peziarah di Haramain yang kalau Anda temui kelak pasti akan bergumam "hmmm, Indonesia banget nih..." 
  1. Selfie Every Time, Every Where
Virus foto-foto narsis memang sudah tumbuh subur di Indonesia bagaikan ilalang di kebun yang lama ngga dirawat (dih, perumpamaan ini ane mikirnya lama bener padahal ngga matching juga, hiks). Dan virus itu tak pudar sedikitpun oleh baliho-baliho di Masjid Nabawi maupun Masjidil Haram yang banyak menghimbau agar para pengunjung Haramain fokus dan khusyu’ berdoa saja, bukan aktivitas-aktivitas yang dapat mengurangi nilai ibadah. Jauh-jauh ke Arab malah sibuk foto-foto.

Namun, “Jauh-jauh ke Arab malah sibuk foto-foto” menjadi kebalik bagi mindset orang Indonesia: “Jauh-jauh ke Arab, harus banyak foto dong, buat kenang-kenangan kalau kangen”, begitu dalihnya.


ini buktinya,salah satu orang Indonesia asli

Jadilah dapat dipastikan, dari 10 orang yang pegang hape untuk berfoto, 7 atau 8 diantaranya adalah wajah khas orang Indonesia. Tiap ada momen spesial sedikit saja, pasti refleks angkat hape > cekrek > ganti kamera depan > cekrek.

Ada pintu masjid bagus, foto. Ada atap masjid terkembang, foto. Ada muadzin mengumandangkan adzan, foto, rekam. Ada tulisan “rumah makan indonesia”, foto. Ada apa saja, difoto. Luar biasa ya...
  1. "Mas, Fotoin Dong..."
Nah, masih ada hubungannya dengan kebiasaan nomor satu, yang nomor dua ini lebih ke ketidaksungkanan dan kepedean orang Indonesia yang begitu tinggi untuk meminta bantuan orang lain di sekitar mereka agar mau moto-in, tanpa pandang tempat dan keadaan. Pernah suatu waktu, saya dan seorang teman menghabiskan waktu di masjid sehabis magrib menunggu waktu isya. Lalu ada bapak-bapak tiba-tiba datang dan minta difotoin dengan berbagai pose (seperti pose mengaji dan berdoa)... 
persis di samping tempat tawaf ground floor
 yang padat dan sempit karena pembangunan sumur zam-zam

Kemudian ada berapa banyak foto-foto grup yang serta merta meminta tolong orang tidak dikenal untuk memfotokan mereka di jalur tawaf atau jalur sa’i yang otomatis akan menimbulkan kemacetan dan mengganggu kekhusyukan jamaah lain. Hihi, ya begitulah kami.  
  1. Pray Hard, Shop Hard
Halal haji, halal hajjah. 50 ribu saja, 15 riyal halal halal ayo dibeli murah murah.

Kosakata tersebut kerap kali terdengar di berbagai kios dan toko suvenir di Makkah, Madinah, maupun Jeddah. Selain memang orang Indonesia senang sekali belanja, tuntutan tradisi (bawa oleh-oleh untuk sanak famili dan tetangga tetangga yang datang ke rumah) di tanah air "terpaksa" membuat para jamaah haji yang seharusnya memanfaatkan waktu sebaik dan sebanyak mungkin di masjid malah harus keluyuran dari satu toko ke toko lainnya, yang ternyata bisa bikin ketagihan. Habis uang di dompet, masih bisa ke atm yang bertebaran dimana-mana. Gampang (kalau ada saldonya, hihi).

Endingnya, koper yang tadinya 9 kg saat berangkat, membengkak dan beranak pinak jadi 2 x 20 kg. Untung bagasi saudi airlines 2 x 23 kg ya... Gimana kalau beli tas goodie bag gede murmer buat nampung oleh-oleh lagi? Sayang bagasinya masih sisa 6 kg lho...
    kumpulan orang Indonesia yang kalap di kebun pasar kurma
  1. Terdepan Mengabarkan
#1
Siapa sih, yang lagi Tawaf, sambil video call an? Atau pas sebelah-sebelahnya lagi nangis di Raudah, bunyi notifikasi whatsapp nya tang ting tung terus? 

Secara tidak sengaja saya melirik isi pesan yang ditulis dalam pesan whatsapp si Bapak yang kayaknya sibuk bener ketik ketik touchpad (Duh, bunyi touchpad nya ngga di silent lagi..)

Isinya kurang lebih begini:

_sent picture selfie close up di Raudhah_

“Dek, Bapak lagi di Raudhah nih, tak doakan adek semakin sukses, makin semangat belajarnya, hormat dan patuh sama Bapak Ibu ya...”

Lalu diforward ke grup yang lain...

Grup kantor bunyinya seperti ini: “Teman-teman, saya lagi di Raudhah nih, tak doakan semoga kita semua makin sukses ya”

Grup keluarga besar pun isinya kurang lebih template yang sama: foto-lokasi-tak doakan bla bla bla.

Padahal jam masih menunjuk pukul 1 pagi lho...

Padahal yang lagi antri masuk Raudhah itu ratusan berjubel di belakang lho... Nyaman saja si Bapak main Hp. Duuuh...

#2
Memang benar sih, tujuan awal dari aktivasi internet di tanah suci itu untuk memberi kabar ke sanak saudara di tanah air yang terpisah jarak kurang lebih 8.000 km, dan ini bagus sekali agar tidak membuat khawatir orang rumah.
contoh status fb yang terdepan mengabarkan

Namun pada akhirnya, kuota internet membuat orang-orang Indonesia “terpaksa” (lagi lagi terpaksa ya, hihi) posting-posting aktivitas harian -baik yang penting maupun yang remeh temeh- di berbagai media sosialnya. Coba deh search di facebook, twitter, instagram, path, status whatsapp, dll, pasti banyak bertebaran foto, status, cek lokasi, dengan caption bijak-tapi-rada-pamer.
  1. Tawaf di Bin Dawood
Suatu sore, kedua teman sekamar saya bercakap-cakap.
“Habis dari mana Mas?”, “Tawaf Pak”, “MasyaAllah, tawaf di ka’bah apa di bin dawood?”

Ha? Bin Dawood? Tawaf? Benar juga, ternyata kalau saya amati dalam beberapa kali kesempatan ke jaringan supermarket ritel Arab Saudi tersebut, ternyata memang ada banyak sekali jamaah Indonesia yang memenuhi tempat tersebut, bahkan banyak di antaranya yang masih mengenakan ihram, berkeliling dari satu lantai ke lantai lainnya. Saya sendiri juga senang sih. Huhu. Tapi saya jadi tahu satu hal, ternyata di negeri dengan pendapatan perkapita USD 55.760 (2016, world bank) harga barang-barang di supermarketnya tidak terlalu mahal. Bahkan harga beberapa komoditi seperti roti dan minuman lebih murah daripada di Indonesia yang pendapatan perkapitanya hanya seperlima Arab Saudi (USD 11.220, 2016, world bank).
  1. "Ganas" Di Meja Makan
Kebiasaan ini dapat dilihat di meja makan penginapan. Orang-orang Indonesia cenderung sangat bersemangat ketika jam makan tiba sehingga antrian makan selalu mengular panjang. Kebiasaan lainnya adalah, jamaah Indonesia masih suka lapar mata (ambil makanan sebanyak-banyaknya padahal nggak dihabiskan). Jadi banyak banget makanan disisakan di piring. Hiks.

Ih, Masnya kok nyinyir sih.

Mana mungkin saya nyinyir kalau saya sendiri pun begitu juga, karena saya juga orang Indonesia asli. Pada akhirnya, memang beginilah kita, saya, Anda, kita semua. Semoga masih banyak yang enggak ya...

Semoga kebiasaan-kebiasaan kita di tanah air tidak mengganggu kekhusyukan kita dalam beribadah di Haramain dan terutama, semoga Allah menerima amalan kita, niat kita, dan semoga ibadah umroh Bapak Ibu mabrur, dan surga sebagai sebaik-baik ganjaran.

Aamiin.

2 comments:

  1. Keren baru belajar backpackeran😊😆😊
    https://asaljalan21.blogspot.com/?m=1

    ReplyDelete
    Replies
    1. terimakasih sudah mampir.. saya izin mampir ke blog mas nya ya...

      Delete