Saturday, 26 February 2011

Auditor: Dalam Benak Saya



Dalam ilmu ekonomi dikenal adanya istilah excess demand (jumlah permintaan melebihi jumlah penawaran). Kondisi ini membuat barang komoditi menjadi langka dan harganya melambung tinggi. Akan tetapi, excess demand jarang terjadi dalam kehidupan normal saat ini. Hanya kondisi-kondisi ekstrim saja yang mampu menciptakannya. Sebagai contoh permintaan akan daging ayam di hari raya ketupat* atau permintaan akan masker bagi penduduk lereng Merapi saat statusnya awas.
Lalu, apa hubungannya dengan profesi auditor?
Globalisasi, zaman yang sedang kita jalani, sejatinya merupakan sebuah proses yang memaksa setiap pelaku ekonomi untuk berpikir keras bagaimana cara mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Mulai dari orang pribadi sebagai pelaku ekonomi paling sederhana, keluarga, organisasi, dan perusahaan (termasuk negara). Yang terakhir disebutkan adalah pelaku ekonomi paling kompleks. Kelangsungan hidup perusahaan mempengaruhi hajat hidup banyak orang baik internal maupun eksternal.
Internal dan eksternal perusahaan adalah dua pihak yang berseberangan. Pihak internal menginginkan entitas selalu tampak sempurna dengan rasio-rasio meyakinkan dan laporan keuangan yang sehat. Kalau perlu window dressing (praktik tidak sehat dalam akuntansi untuk membuat laporan keuangan yang dikehendaki) pun dilakukan. Di sisi lain, pihak eksternal menginginkan apa yang internal laporkan adalah benar sehingga investasi mereka tetap aman dan rupiah yang mereka pinjamkan dikembalikan tepat waktu.
Berangkat dari kondisi itulah profesi auditor muncul. Diperlukan satu pihak yang mampu menjembatani kepentingan dewan direksi, pemerintah, kreditur, dan masyarakat luas dengan  manajemen perusahaan.
Sementara itu, tuntutan perekonomian terbuka yang ditandai dengan ditandatanganinya berbagai free trade agreement antara Indonesia (ASEAN) dan berbagai Negara seperti New Zealand (ANZFTA), China (ACFTA), India (AIFTA), Jepang (AJCEP), Korea (AKFTA) membuat Negara kita layaknya zona bebas bagi perusahaan-perusahaan di hampir seluruh dunia. Minimnya proteksi pemerintah mengharuskan semua perusahaan di Indonesia berpikir keras untuk bertahan hidup dan menyesuaikan diri dengan standar internasional. Otomatis setiap laporan keuangan perusahaan terbuka juga harus transparan menurut standar yang berlaku umum (sekarang IAI sedang berusaha mengadopsi IFRS). Dengan kata lain, harus diaudit. Dewasa ini, auditor adalah salah satu profesi yang menjanjikan di seluruh dunia. Bahkan di salah satu buku teks akuntansi Amerika disebutkan bahwa profesi auditor adalah tiga besar profesi dengan prospek luar biasa selain jasa teknik dan jasa kesehatan. Di Negara berkembang seperti Indonesia sendiri, profesi auditor adalah lahan yang masih belum jenuh. Jumlah profesi auditor di Indonesia belum dikategorikan berlebihan. Inilah hubungan antara excess demand jasa audit dengan jumlah auditor yang disediakan oleh berbagai Kantor Akuntan Publik.
Interpretasi saya pribadi mengasosiaskan auditor dengan seorang raja. Semboyan yang selama ini dikenal memang “pelanggan adalah raja” dan saya akui secara umum memang benar. Namun, untuk kasus audit, saya memandang ada sedikit perbedaan. Auditor tidak tunduk pada kepentingan klien, yang selalu menginginkan wajar tanpa pengecualian, meskipun manajemen lah yang membayar fee auditnya. Independensi dan objektivitas menjadi syarat mutlak yang dilindungi dalam kode etik profesi.
Andai saya menjadi auditor, saya akan merasa menjadi orang paling adidaya di dunia karena hak-hak auditor untuk memeriksa umumnya tidak terbatas. Manajemen berkewajiban mengikuti instruksi/ permintaan auditor selama masa audit. Bandingkan dengan sebelum masa audit, auditor bukanlah siapa-siapa. Namun dengan selembar agreement (swasta) atau surat tugas (pemerintah) auditor menjadi orang yang ditakuti dan disegani seluruh manajemen.
Profesi auditor dilindungi oleh sebuah payung berupa kode etik professional yang merupakan standar operasional setiap auditor di seluruh dunia. Kode etik meminimalisir kesalahan yang bisa menghancurkan  nama baiknya dan KAP/instansi tempatnya bekerja. Stakeholder tentu juga tak menginginkan ada kesalahan dalam laporan hasil audit. Mengerikan memang, betapa fatal akibat yang bisa ditimbulkan sebuah kesalahan/ketidakhati-hatian seorang pemeriksa. Sebuah gugatan hukum terhadap salah satu KAP big five dunia pada 2002 mampu menenggelamkan nama besar dan memaksanya bubar. Banyak buku teks terpaksa merevisi informasi mengenai big five menjadi big four. Auditor dituntut untuk ekstra teliti dalam memeriksa laporan keuangan/kinerja perusahaan. Oleh karena itu, andai saya menjadi auditor, entah swasta atau pemerintahan, saya menanggung tugas berat untuk tidak melakukan kesalahan dalam bertugas. Nama baik profesi auditor harus saya junjung dengan berpedoman pada kode etik profesi.
Stakeholder menaruh harapan besar di pundak auditor untuk memberikan informasi seakurat mungkin tentang kondisi perusahaan. Jadi, jika saya menjadi auditor, saya akan melindungi pihak-pihak eksternal dari kecurangan manajemen. Tanpa berpikir mencari-cari kesalahan, akan saya berikan opini wajar jika memang sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum serta bebas dari salah saji material dan tidak wajar jika berlaku sebaliknya.
Selain itu, jika saya menjadi auditor, saya mendapat kesempatan dan paksaan untuk belajar sepanjang masa. Saya harus siap untuk mempartisi kemampuan otak saya dengan berbagai ilmu pengetahuan. Audit perusahaan eksplorasi minyak memaksa saya untuk belajar ilmu perminyakan. Audit Rumah Sakit membuat saya sering berada di Rumah Sakit selama masa audit. Otomatis sedikit banyak saya tahu mengenai dunia kesehatan dan administrasinya. Ilmu administrasi pemerintahan bisa saya dalami ketika bertugas mengaudit Pemda, BUMN, BLU, dan lain-lain. Tak hanya hardskill yang bisa kita pelajari, softskill, seperti kemampuan berkomunikasi, pun bisa saya asah melalui wawancara dan temu auditan.
Tak akan sia-sia semua ilmu yang saya pelajari selama sekolah sejak SD hingga sekarang jika menjadi auditor. Singkatnya, saya harus siap belajar dan siap menjadi orang pandai dalam banyak bidang.
Sejatinya, auditor adalah pekerjaan impian saya sejak memasuki bangku kuliah. Padahal dulu saya belum mengerti apa audit itu. Entah mengapa senang sekali saya mendengar kata tersebut. Sekarang, semakin bertambah pengetahuan dan pemahaman tentang audit, semakin besar kebanggaan saya akan profesi auditor ini.
Menulis prosa ini layaknya menuangkan harapan saya untuk menjadi auditor setelah lulus kelak. Mungkin tulisan saya terkesan terlalu idealis dan subjektif. Yang jelas, andai menjadi auditor, saya akan sangat bahagia karena doaku telah dikabulkan oleh Nya. 

*hari raya ketupat: beberapa hari setelah Idul Fitri dimana banyak keluarga membuat ketupat dan opor ayam untuk dinikmati bersama.

sanda.aditya.arsandi@gmail.com

No comments:

Post a Comment