Sudah lama saya ingin menginjakkan kaki di Sumatera dan
tempat-tempat lain di Nusantara yang belum saya kunjungi. Rasanya menyenangkan
membayangkan berjumpa tempat baru, terpisah lautan, dengan penduduk dan kultur
baru.
Singkat cerita, akhir tahun 2014 kemarin saya ditugaskan
oleh kantor ke Bandar Lampung. Girang hati ini menyambut tanggal keberangkatan.
Tiap ada kesempatan, saya buka internet mencoba mengumpulkan keterangan tentang
tempat-tempat menarik yang harus dikunjungi di sana. Menara Siger, Patung
Gajah, Way Kambas, Pantai Kelumbayan, Teluk Kiluan, dan Pahawang ada dalam
dream destination saya saat itu. Yakali perginya sebulan... Padahal cuma 2 hari.
Menjelang keberangkatan, saya putuskan untuk naik pesawat
ketika berangkat, dan pulang naik Royal Damri agar pengalaman darat, laut,
udara bisa didapatkan sekali perjalanan. Harga tiket Garuda Jakarta - Lampung
yang hanya berjarak 165 km ternyata lebih mahal lho saat itu daripada harga
tiket di hari yang sama rute Jakarta – Surabaya yang jaraknya mencapai 784 km.
Pesawat kami mendarat di Bandara Internasional Radin Inten
II Lampung setelah mengudara tak lebih dari 40 menit. Bagusnya, mendarat di
Bandara kecil, kita tak perlu antri masuk landasan pacu seperti di Soetta atau
Juanda.
Keluar Bandara, untuk menuju Kota Bandar Lampung, harus
berkendara sejauh 14 km ke selatan. Jalanan di sana naik turun dan bergelombang
akibat banyaknya truk dan kendaraan berat dari Jawa yang semuanya pasti
melewati jalan yang sama apabila hendak ke kota-kota lain di Sumatera. Memasuki
kota di siang hari, semilir angin laut yang panas berhembus dari Teluk Lampung
ke Utara dan sebaliknya, apabila malam hari angin berhembus dari perbukitan dan
gunung kunyit ke selatan. Persis teori di pelajaran IPA kelas 4 SD dulu ya.
Kota Bandar Lampung nampaknya tak kalah padat dengan kota
besar di Jawa saat rush hour. Saat
itu saya mengunjungi stasiun kereta api Tanjung Karang (eh, ternyata ada kereta
penumpang lho yang menghubungkan jalur Bandar Lampung ke Palembang dengan waktu
tempuh 8 jam) di saat jam makan siang. Macet, persis seperti Jakarta! Kota ini
juga dipenuhi berbagai patung/monumen di setiap perempatan. Ada banyak sekali
tempat berfoto di tengah jalan Kota Lampung. Kebanyakan menonjolkan Ornamen Gajah
dan Siger.
Siger (Lampung: sigoʁ, sigokh)
adalah mahkota pengantin wanita Lampung yang berbentuk segitiga, berwarna emas
dan biasanya memiliki cabang atau lekuk berjumlah sembilan atau tujuh. Siger
adalah benda yang sangat umum diLampung dan merupakan simbol
khas daerah ini. Siger dibuat dari lempengan tembaga, kuningan, atau logam lain
yang dicat dengan warna emas. Siger biasanya digunakan oleh pengantin perempuan
suku Lampung pada acara pernikahan ataupun acara adat budaya lainnya.Pada zaman
dahulu, siger dibuat dari emas asli dan dipakai oleh wanita Lampung tidak hanya sebagai
mahkota pengantin, melainkan sebagai benda perhiasan yang dipakai sehari-hari.
Siger merupakan simbol khas Provinsi Lampung. Siger yang menjadi
lambang Lampung saat ini merupakan simbolisasi sifat feminin.
Pada umumnya, lambang daerah di Nusantara bersifat maskulin.
Seperti di Jawa Barat,
lambang yang dipergunakan adalah Kujang, yaitu senjata tradisional
masyarakat Sunda. Contoh lain adalah Kalimantan dengan Mandaunya dan Aceh dengan Rencongnya.
Simbol-simbol pada daerah melambangkan
sifat-sifat patriotik dan defensif terhadap ketahanan wilayahnya. Saat ini
penggunaan lambang siger bukan hanya masalah lambang kejayaan dan kekayaan
karena bentuk mahkotanya saja, melainkan juga mengangkat nilai feminisme. Siger
mengambil konsep dari agama Islam. Islam sendiri
adalah agama yang dianut seluruh Suku Lampung asli. Agama Islammenyatakan bahwa
laki-laki adalah pemimpin dalam rumah tangga, dan perempuan sebagai manajer
yang mengatur segala sesuatunya dalam rumah tangga. Konsep itulah yang saat ini
diterapkan dalam simbolisasi Siger. Bagi Masyarakat Lampung, Perempuan sangat berperan
dalam segala kegiatan, khususnya dalam kegiatan rumah tangga. Di balik
kelembutan perempuan, ada kerja keras, ada kemandirian, ada kegigihan, dan lain
sebagainya. Meskipun masyarakat Lampung sendiri penganut garis ayah atau patrilineal. Figur perempuan
merupakan hal penting bagi masyarakat Lampung, yang sekaligus menjadi inspirasi
dan pendorong kemajuan pasangan hidupnya. (Wikipedia)
Kota Bandar Lampung memiliki kontur berbukit-bukit, persis
seperti Malang dalam banyak hal kecuali udaranya yang relatif panas. Tanjakan
atau turunannya bahkan lebih ekstrim. Mungkin hal ini disebabkan karena Bandar
Lampung adalah akhir dari Bukit Barisan yang bertemu langsung dengan Selat
Sunda, gunung ketemu laut. Akibatnya, semua bangunan di kota ini harus
menyesuaikan dengan keadaan tersebut. Ada masjid yang di atas bukit, rumah
dinas dan kantor pemerintahan di atas bukit, kafe yang bertingkat-tingkat karena
berada di lereng bukit, hotel yang naik turun antara loby dan kamar-kamarnya,
dan sebagainya. Efek menakjubkan lainnya, banyak titik tempat kita bisa melihat
kumpulan lampu seperti bukit bintang. Kota ini juga sedang gemar memasang lampu
warna-warni di atas jalanan dan persimpangan seperti ketika ada perayaan hari
kemerdekaan. What a romantic city.
Foodcourt di depan Masjid Agung Lampung |
Tempat Wisata
Persis seperti gambaran orang-orang di internet, Bandar
Lampung adalah lokasi wisata sekaligus gerbang untuk menuju surga wisata
lainnya di selatan sumatera.
Pantai Pasir Putih
Pantai ini banyak menuai kekecewaan dari para traveller yang
datang dari Jawa dan melewati pantai ini dari pelabuhan Bakauheni lantas
memutuskan turun dari Bis Damri untuk mengunjungi pantai ini.
Ikon dan Ikan di Pantai Pasir Putih. Only for 17+ |
Pantai ini terkikis abrasi yang parah sehingga harus dibeton
di sana-sini. Jadilah definisi “pantai” yang sebenarnya, tidak bisa kita jumpai
di sini. Pantai ini telah dibuat seartifisial mungkin dengan warung-warung, patung putri duyung yang telanjang dada, dan arena outbond. Jauh
dari kata indah, tetapi saya rasa, tak ada salahnya mengunjungi pantai tua yang
pernah berjaya di masa lampau ini. Saya membayangkan pantai ini dulu pantai
yang cantik dan ramai oleh pengunjung kota dengan perahu-perahu yang berjajar
siap mengantarkan ke banyak pulau di teluk Lampung.
Pantai yang terletak di Jalan Trans Sumatera, Tarahan,
Kabupaten Lampung Selatan berjarak 20 km dari pusat kota. Yang patut diwaspadai
adalah, di sepanjang jalan, Anda harus berbagi jalan dengan bis dan truk-truk besar yang
relatif ramai.
Pantai Mutun
Pantai ini terletak di Sukajawa Lempasing, Bandar Lampung dan
berjarak sekitar 19 km dari pusat kota. Untuk ke sana dari kota Bandar Lampung,
Anda bisa berpatokan pada google maps atau nokia maps. Ketika di sana, sinyal internet
lumayan kencang untuk menghidupkan navigasi.
Rute dari Bandar Lampung ke Pantai Mutun |
Pekuburan di Bukit |
Welcome, Travelers |
Melintasi jalanan naik turun dari Kota Bandar Lampung, pantai
segera terlihat di penghujung jalan. Namun, bukan itu pantai Mutun yang kita
maksud. Setidaknya ada 4 pintu masuk Pantai lainnya sebelum Pantai Mutun di
sepanjang jalan RE Martadinata. Jika punya waktu cukup, Anda bisa mencoba masuk
satu per satu. FYI, setiap gerbang pantai tersebut selalu ada petugas retribusi
(tiket masuk) yang harganya kira-kira Rp 5.000,00.
Sebelum masuk Pantai Mutun, ada gapura “Selamat Datang di
Kawasan Wisata Pesawaran” dan tak jauh dari gapura tersebut, terdapat pemakaman
China yang bertumpuk-tumpuk di atas bukit. Bagi anak kota macam saya, hal
tersebut sudah bisa menjadi objek foto yang menarik.
Pantai Mutun |
Heavenly Beverages |
Private Boat to Tangkil Island IDR 50.000 |
Saat itu saya datang sore hari saat weekday, jadi suasana nya
agak sepi. Perahu-perahu tertambat rapi menunggu pelancong yang hendak
menyeberang ke Pulau Tangkil. Pasirnya lembut, dan garis pantainya panjang. Di
seberang Teluk Lampung ada Pantai Pasir Putih yang ternyata di sekitarnya
adalah daerah industri yang lebih ramai dengan cerobong asap. Di Pantai ini
berjajar gubuk-gubuk untuk beristirahat lengkap dengan warung dan fasilitas
lainnya seperti mushola dan toilet. Biaya parkir di sini Rp 5.000,00.
Pulau Tangkil
Terletak sepelemparan batu dari pantai Mutun, Pulau ini
adalah satu paket yang harus dikunjungi. Di pulau yang cukup kecil ini,
tersedia fasilitas yang cukup lengkap seperti banana boat, speed boat,
parasailing, menyelam, kano, fliying fish, dan slaloom. Terletak di tengah
Teluk Lampung, Pulau ini cukup berisik dengan lalu lalang kapal besar yang
melakukan bongkar muat ke pabrik-pabrik di Lampung Selatan. Namun pantainya
lumayan bersih mengingat jumlah pengunjungnya yang relative banyak. Pasirnya
putih bedak dengan tulisan “T A N G K I L” yang cukup besar sebagai ikonnya.
Ready to canoing? |
Sisi selatan Tangkil |
"T A N G K I L" |
Boleh dipilih! Water Sport @ Tangkil |
Pecinan Teluk Betung
Terletak di sisi selatan Kota Bandar Lampung, daerah Teluk
Betung adalah pusat peradaban Bandar Lampung tempo dulu. Seperti halnya pecinan
lainnya di Indonesia, ornament merah menghiasi berbagai sudut kota. Tetapi,
alih-alih tertarik dengan Vihara Thay Hin Bio, saya lebih memilih mengunjungi
toko china di sampingnya. Sama-sama pecinan khan… Yup toko oleh-oleh Yen Yen
yang terkenal se Indonesia. Berbagai olahan pisang adalah oleh-oleh andalan
khas toko ini dan akhirnya, khas Lampung juga.
Di sampingnya persis ada Yen Yen :D |
Tugu Gajah
Siapa yang tak kenal Way Kambas? Traveler negeri seberang pun
bahkan sudah banyak yang mengunjungi pusat rehabilitasi dan penangkaran gajah
sumatera yang saat ini statusnya sudah endangered animal. Sisa 1.700 ekor cuy
di muka bumi ini. Maka dari itu, ‘sekolah’ gajah ini sangat terkenal di dunia.
Karena waktu yang sangat singkat dan lokasi Way Kambas yang cukup jauh dari
kota, maka saya tak sempat mengunjunginya. Tetapi kawan sekaligus guide saya
menghibur dengan mengajak ke Tugu Gajah di pusat kota yang katanya “Belum ke
Lampung kalau belum foto di sini Fren…”. Lumayan lah.
Landmark, "Belum ke Lampung kalau belum foto di sini..." |
Pulang dari Lampung, saya memilih Royal Damri yang berangkat
pukul 22.00 dan jadwal tiba di Stasiun Gambir pukul 06.00. Tepat tengah malam
saya tiba di Pelabuhan Bakauheni. Dari atas kapal, Menara Siger perlahan-lahan
mengecil seolah sebuah tangan yang melambaikan tangan tanda ucapan “selamat
jalan, sampai jumpa lain kali”
And with that, back to gambling. I'm going to call the kind of gambling I'm used to recoiling from "pure gambling"situs poker pkv
ReplyDeleteThe most extremely good term i have ever had! And their service is extremely good! utländska casino
ReplyDelete