Terkadang
Anda perlu menempuh jalan yang sesat dulu, untuk mengetahui betapa nikmat jalan
yang benar.
Quote itu
sekedar menghibur diri saya, yang entah kenapa, hobi sekali tersesat.
Kemanapun.
|
bertepatan dengan Nyepi tahun 1935 Saka |
Bahkan
sekedar ke tempat wisata di Mojokerto yang (dulu) pernah 2x saya datangi pun
kali ini tersesat.
|
nyasar, kasian ya. |
Ceritanya
begini, kami mencoba rute baru yang nggak biasa di hari minggu (10 Maret 2013) yang
cerah. Candi Jolotundo dan PPLH di Seloliman, Trawas, Mojokerto. Gampang kan
seharusnya? Tinggal ke Pungging/ Mojosari dan mengikuti jalan raya sampai
Trawas, atau bisa juga via Ngoro yang petunjuknya tidak kalah banyaknya. Bagi
para pembaca yang bukan asli Mojokerto, kalau mau ke dua tempat tersebut,
tinggal membaca papan penunjuk arah yang ada di sepanjang Jalan Raya antar Kab.
Mojokerto-Pasuruan.
Nah, kami
malah memilih via Pacet atau manalah itu. Walhasil, kami memutar lebih jauh,
dengan medan lebih berat, hujan gunung yang deras, sungai yang meluap, mobil keblondor yang horror, dan aspal yang
mengelupas. Offroad lah.
Haha, tapi
dipikir-pikir, beruntung juga kami. Jadi pengalaman kan. =D [pasang-senyum-pepsodent]
Life begins
when we discover new things
Candi
Jolotundo pukul 13.00
|
perayaan nyepi di candi jolotundo |
|
jalan masuknya nih, awas licin |
|
this kind of "sesajen" scatered everywhere |
|
God must be happy with abundance offering of Hindunese =D |
|
i'll be there, someday *penanggungan *wish |
Diambil dari
situs wartapedia.com
Candi
Jolotundo terletek di lereng Gunung Penanggungan, tepatnya Desa Seloliman,
Kecamatan Trawas. Jarak dari kota Surabaya + 55 km, dapat dicapai dengan
kendaraan pribadi.
Keunikan
petirtaan ini adalah debit airnya yang tidak pernah berkurang meskipun musim
kemarau. Berdasarkan penelitian, kualitas airnya terbaik di dunia dan kandungan
mineralnya sangat tinggi.
Candi
Jolotundo merupakan bangunan petirtaan yang dibuat pada zaman Airlangga
(kerajaan Kahuripan).
Di
sekitar candi, disediakan pendopo dan gazebo untuk menikmati suasana sejuk dan
nyaman. Kawasan Jolotundo juga dapat dijadikan titik awal menuju 17 candi lain
yang tersebar di sepanjang jalur pendakian Gunung Penanggungan. Lebih kurang 1
km sebelum candi Jolotundo terdapat Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH)
Seloliman.
Ada
sejarah penting yang berhubungan dengan keberadaan Candi Jolotundo adalah angka
997 M yang dipahatkan di sebelah kanan tulisan Yenpeng kiri dinding belakang.
Dalam sejarah diketahui bahwa Raja Udayana yang berasal dari Bali telah menikah
dengan Putri Guna Priya Dharma dari Jawa. Dari perkawinan lahirlah Airlangga
Tahun 991 M. Jadi tahun 997 M yang terdapat pada dinding merupakan pembuatan
Petirtaan Jolotundo yang dipersiapkan Udayana.
Candi ini merupakan monumen cinta kasih Raja Udayana untuk menyambut kelahiran
anaknya, Prabu Airlangga, yang dibangun 997 M. Sumber lain menyebutkan bahwa
candi ini adalah tempat pertapaan Airlangga setelah mengundurkan diri dari
singgasana dan diganti anaknya
Satu dari dua kolam mandi itu memang tempat mandi sekaligus berendam sang ratu.
Sebuah kolam lainnya untuk sang raja. Dan hingga sekarang pembagian tempat
berdasarkan gender tersebut masih berlaku bagi pengunjung.
Karena Candi Jolotundo adalah pemandian ratu, maka banyak para pengalap berkah
yang mandi di pemandian Jolotundo di zaman sekarang menginginkan kecantikan
secantik ratu di jaman Majapahit.
Pengunjung yang bakal melakukan ritual inilah bertujuan untuk ngalap berkah.
Berkah yang diharapkan oleh ritualis wanita adalah untuk menambah
kecantikan dan awet muda.
|
puncak penanggungan |
Khusus pada malam 1 Muharam atau 1 Suro tepat pada bulan purnama, Jolotundo
dijejali pengunjung. Sebagian besar untuk melakukan kegiatan ritual dan
sebagian lain sekedar menikmati siraman purnama obyek wisata di tengah hutan
rimba tersebut.
Kami
beruntung (atau sial ya?) berkunjung ke sana pas umat Hindu merayakan upacara
Hari Raya Nyepi Tahun 1935 Saka. Katanya mereka mulai upacara jam 10 dan baru
akan berakhir sampai pukul 15. Kami tidak bisa mendekat ke candi karena dijaga
ketat oleh para pecalang.
|
upacara |
Tapi untungnya, kami dapat photo moment khusus yang
jarang-jarang bisa kami dapatkan selain di Bali, sembayangnya umat Hindu.
|
air suci, diambil langsung dari petirtaan |
Oiya, tiket
masuknya Rp6.000 dan Parkir motor Rp2.000. Jolotundo juga merupakan pintu masuk
pendakian Gunung Penanggungan jalur Tamiajeng.
PPLH
Seloliman pukul 14.00
|
rumah gubuk di seloliman, u/ menyimpan gabah |
|
rumah kaca dan anggrek |
PPLH ini
cukup populer (di kalangan turis asing). Kalau turis lokal sih kebanyakan
murid-murid SD/ TK yang sedang prakarya atau murid lain yang sedang penelitian
tentang lingkungan hidup. Kami sih sebetulnya malas dengan wisata yang
serius-serius, tapi berhubung ke Jolotundonya nggak dapat apa-apa, jadi kami
masuk saja. (yang ternyata nggak ditarik tiket, ehehe, penyusup)
|
konsep pemanas air alami |
|
pintu masuk Seloliman |
Di dalamnya
sebetulnya super komplit sih. Ada kebun TOGA, kebun buah, pengolahan limbah,
daur ulang kertas, plastic, toko souvenir dari barang-barang bekas, resto, gedung pertemuan, mini PLTA, cottage, pabrik
kompos, taman bermain, dll. Serius, konsep PPLH ini keren sekali lho. Semua
serba natural. Semoga makin berkembang, dan tak hanya turis asing yang serius explore
PPLH Seloliman, tapi juga teenagers kayak kita-kita ini
[ehm-sejenak-lupakan-umur]
No comments:
Post a Comment