Wednesday 13 March 2013

Candi Jolotundo dan PPLH Seloliman



Terkadang Anda perlu menempuh jalan yang sesat dulu, untuk mengetahui betapa nikmat jalan yang benar.

Quote itu sekedar menghibur diri saya, yang entah kenapa, hobi sekali tersesat. Kemanapun.
bertepatan dengan Nyepi tahun 1935 Saka
Bahkan sekedar ke tempat wisata di Mojokerto yang (dulu) pernah 2x saya datangi pun kali ini tersesat.

nyasar, kasian ya.
Ceritanya begini, kami mencoba rute baru yang nggak biasa di hari minggu (10 Maret 2013) yang cerah. Candi Jolotundo dan PPLH di Seloliman, Trawas, Mojokerto. Gampang kan seharusnya? Tinggal ke Pungging/ Mojosari dan mengikuti jalan raya sampai Trawas, atau bisa juga via Ngoro yang petunjuknya tidak kalah banyaknya. Bagi para pembaca yang bukan asli Mojokerto, kalau mau ke dua tempat tersebut, tinggal membaca papan penunjuk arah yang ada di sepanjang Jalan Raya antar Kab. Mojokerto-Pasuruan.

Nah, kami malah memilih via Pacet atau manalah itu. Walhasil, kami memutar lebih jauh, dengan medan lebih berat, hujan gunung yang deras, sungai yang meluap, mobil keblondor yang horror, dan aspal yang mengelupas. Offroad lah.

Haha, tapi dipikir-pikir, beruntung juga kami. Jadi pengalaman kan. =D [pasang-senyum-pepsodent]

Life begins when we discover new things

Candi Jolotundo pukul 13.00
perayaan nyepi di candi jolotundo



jalan masuknya nih, awas licin

this kind of "sesajen" scatered everywhere

God must be happy with abundance offering of Hindunese =D

i'll be there, someday *penanggungan *wish

Diambil dari situs wartapedia.com

Candi Jolotundo terletek di lereng Gunung Penanggungan, tepatnya Desa Seloliman, Kecamatan Trawas. Jarak dari kota Surabaya + 55 km, dapat dicapai dengan kendaraan pribadi.

Keunikan petirtaan ini adalah debit airnya yang tidak pernah berkurang meskipun musim kemarau. Berdasarkan penelitian, kualitas airnya terbaik di dunia dan kandungan mineralnya sangat tinggi.

Candi Jolotundo merupakan bangunan petirtaan yang dibuat pada zaman Airlangga (kerajaan Kahuripan).

Di sekitar candi, disediakan pendopo dan gazebo untuk menikmati suasana sejuk dan nyaman. Kawasan Jolotundo juga dapat dijadikan titik awal menuju 17 candi lain yang tersebar di sepanjang jalur pendakian Gunung Penanggungan. Lebih kurang 1 km sebelum candi Jolotundo terdapat Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman.

Ada sejarah penting yang berhubungan dengan keberadaan Candi Jolotundo adalah angka 997 M yang dipahatkan di sebelah kanan tulisan Yenpeng kiri dinding belakang.
 
Dalam sejarah diketahui bahwa Raja Udayana yang berasal dari Bali telah menikah dengan Putri Guna Priya Dharma dari Jawa. Dari perkawinan lahirlah Airlangga Tahun 991 M. Jadi tahun 997 M yang terdapat pada dinding merupakan pembuatan Petirtaan Jolotundo yang dipersiapkan Udayana.
Candi ini merupakan monumen cinta kasih Raja Udayana untuk menyambut kelahiran anaknya, Prabu Airlangga, yang dibangun 997 M. Sumber lain menyebutkan bahwa candi ini adalah tempat pertapaan Airlangga setelah mengundurkan diri dari singgasana dan diganti anaknya
Satu dari dua kolam mandi itu memang tempat mandi sekaligus berendam sang ratu. Sebuah kolam lainnya untuk sang raja. Dan hingga sekarang pembagian tempat berdasarkan gender tersebut masih berlaku bagi pengunjung.
Karena Candi Jolotundo adalah pemandian ratu, maka banyak para pengalap berkah yang mandi di pemandian Jolotundo di zaman sekarang menginginkan kecantikan secantik ratu di jaman Majapahit.
Pengunjung yang bakal melakukan ritual inilah bertujuan untuk ngalap berkah. Berkah yang  diharapkan oleh ritualis wanita adalah untuk menambah kecantikan dan awet muda.
puncak penanggungan
Khusus pada malam 1 Muharam atau 1 Suro tepat pada bulan purnama, Jolotundo dijejali pengunjung. Sebagian besar untuk melakukan kegiatan ritual dan sebagian lain sekedar menikmati siraman purnama obyek wisata di tengah hutan rimba tersebut.


Kami beruntung (atau sial ya?) berkunjung ke sana pas umat Hindu merayakan upacara Hari Raya Nyepi Tahun 1935 Saka. Katanya mereka mulai upacara jam 10 dan baru akan berakhir sampai pukul 15. Kami tidak bisa mendekat ke candi karena dijaga ketat oleh para pecalang. 

upacara
Tapi untungnya, kami dapat photo moment khusus yang jarang-jarang bisa kami dapatkan selain di Bali, sembayangnya umat Hindu.

air suci, diambil langsung dari petirtaan
Oiya, tiket masuknya Rp6.000 dan Parkir motor Rp2.000. Jolotundo juga merupakan pintu masuk pendakian Gunung Penanggungan jalur Tamiajeng.

PPLH Seloliman pukul 14.00

rumah gubuk di seloliman, u/ menyimpan gabah
rumah kaca dan anggrek
PPLH ini cukup populer (di kalangan turis asing). Kalau turis lokal sih kebanyakan murid-murid SD/ TK yang sedang prakarya atau murid lain yang sedang penelitian tentang lingkungan hidup. Kami sih sebetulnya malas dengan wisata yang serius-serius, tapi berhubung ke Jolotundonya nggak dapat apa-apa, jadi kami masuk saja. (yang ternyata nggak ditarik tiket, ehehe, penyusup)

konsep pemanas air alami
pintu masuk Seloliman
Di dalamnya sebetulnya super komplit sih. Ada kebun TOGA, kebun buah, pengolahan limbah, daur ulang kertas, plastic, toko souvenir dari barang-barang bekas, resto,  gedung pertemuan, mini PLTA, cottage, pabrik kompos, taman bermain, dll. Serius, konsep PPLH ini keren sekali lho. Semua serba natural. Semoga makin berkembang, dan tak hanya turis asing yang serius explore PPLH Seloliman, tapi juga teenagers kayak kita-kita ini [ehm-sejenak-lupakan-umur]

No comments:

Post a Comment