Sunday 19 June 2011

BBF Part 3: Dwi Sriwahyuni dan Sulistiowati


Sambil menunggu ruangan untuk kuliah di gedung L, saya ngobrol dengan salah satu saudara BBF yang saat ini sekelas dengan saya di tingkat 3. Nah, di sana dia bilang, “kapan giliran namaku ditulis jadi judul? Pokoknya aku mau jadi cewek pertama yang tertulis di kepingan BBF mu lho ya…”

Seriuskah?

Saya pikir iya, sebegitu pentingnya ditempatkan sebagai gadis pertama yang menjadi tokoh utama di cerita ini sampai-sampai ada nada ancaman dalam intonasinya. Sambil lalu, seminggu kemudian, otak siput saya yang geraknya lumayan agak lambat untuk urusan begituan pun mulai melogika satu hal.

Iya ya, kalau saya menuliskan judul dengan nama seorang gadis, dan itu pertama, pasti beberapa orang akan beranggapan ia adalah orang yang istimewa bagi si penulis.

Oke deh, kalau begitu saya mulai menulis satu judul, “dwi sriwahyuni”. :malu: Ah, kasihan dia, apa nanti kata teman-temannya kalau saya, dengan lancangnya membuat orang-orang tergiring opininya (lagi) setelah dua tahun lalu saya melakukan hal yang sama.. >.<

Jadi, saya putuskan untuk membuat sebuah judul yang berbeda dengan dua edisi sebelumnya. Sulistiowati akan menemani Dwi Sriwahyuni dalam cerita ini. Lagipula, keduanya adalah dua orang yang tidak terpisahkan juga.. Bahkan sampai sekarang pun, saya masih sering melihat keduanya dalam satu paket jalan bersama, atau rapat bersama, atau saling nge-tag di FB, dsb. What a couple!! :D
BBF di museum satria mandala, dwi, paling depan  kanan. sulis, ketiga dari kiri.

1st Dwi Sriwahyuni

Seingat saya, pembicaraan pertama kami (kalau gak salah di ruang d102 lantai 1) adalah “dwi kenal si A nggak?” (A adalah teman satu sekolahannya yang juga teman saya dari ITS) *ya pasti kenal laah, orang sama-sama satu sekolahan, hehe, ini adalah salah satu template resmi untuk memulai pembicaraan selain pertanyaan tentang asal daerah dan asal SMA. #ternyata susah lho memulai suatu pembicaraan.

Intermission.

Satu semester berlalu, dan kami jarang berbicara. Memang, di kelas 1G dulu, pria dan wanita selalu duduk terpisah. Wanita hampir selalu duduk se-banjar di banjar pertama atau kedua (dihitung dari pintu), sehingga “they have their own world”. Saat dosen mengucap salam tanda berakhirnya kuliah, dengan segera mereka pun menghilang di belakang pak/bu dosen itu.

Singkat cerita, muncullah ketidakjelasan saat akhir2 semester ganjil. Para pria mulai senang membicarakan para wanita di sela2 belajar kelompok. Saya sih lebih banyak jadi pendengar dan pengamat saja (crossing finger). Dalam salah satu mata kuliah, pengantar akuntansi, saya sekelompok dengan enam orang absen terakhir saat itu. Saifan-Sanda-Septian-Sigit-Sulis, Waradhika.

Kami pun mulai berdiskusi di taman cd membagi tugas. Mulailah kebiasaan para pria (seperti yang saya sebutkan di atas-membicarakan para wanita), kok ya ndak sungkan sama Sulis, haha, jangan terlalu membeda-bedakan gender.. haha, peace! Septian mulai berbicara mengenai dwi; sigit dan saifan membicarakan rahma, dhika senyum-senyum saja sambil sesekali berkomentar aneh, dan teruslah demikian. 

Tugas principle kami menjadi sama sekali tidak menarik.

Mulailah saya nimbrung pembicaraan septian dan sulis,
Saya: “cie, septian… daritadi ngomongin dwi mulu”
Sulis: “iya nih, wah tak wadulno dwi koe nko”
Septian: “lapo ae mak sul iki!”
*hobi septian memang bertengkar dengan sulis-red, herannya sekalipun mereka memakai bahasa sarkasme tiap kali berbincang, tapi ndak ada yang tersinggung lho…

Keesokan harinya, saya dan sulis mulai menjodoh-jodohkan kedua orang ini. di kelas Entah ada angin apa, tiba-tiba boomerang itu berbalik arah-DENGAN SANGAT CEPAT! Lha tahu-tahu yang diolok2 malah saya dan dwi.

Berlanjut, terus berlanjut, malah semakin menjadi-jadi. Hasilnya, saya mulai segan kalau berpapasan dengannya. Di tingkat dua, saya dapat award “tersipu” karena saya adalah orang yang wajahnya cepat berubah warna menjadi merah kalau diolok-olok atau di-“cie-cie”. Mungkin ini karena pengendalian emosi serta rendahnya kepercayaan diri kali ya.. Alhamdulillah, sekarang sudah agak berkurang. Sialnya, teman-teman BBF menjadikan kelemahan saya yang satu ini sebagai motivasi untuk mengolok2. Makin semangat lah mereka... -.-"

Saya sih senang-senang saja. Dwi gitu lho.. Hehe, tapi ya segan sekaligus kasihan dengannya. Gosip mulai beredar terbawa angin, hujan, dan rumput yang bergoyang. Hancurlah image nya kalau digosipkan dengan saya. #belakangan saat tingkat 2 dan 3, seringkali kami saling sms meminta maaf atas ketidaknyamanan yang kami ciptakan untuk masing2.

Pendapatmu tentang dwi?

Yaaaa, mulai lagi deh. Emm, saya tidak mau beropini deh. Nanti macam-macam lagi.

...sebelumnya rasanya tak perlu
membagi kisahku tak ada yang mengerti...

Sherina-cinta pertama dan terakhir

Yang jelas, suatu kehormatan bagi saya sempat disandingkan dengannya. Semoga Allah selalu memudahkan langkahmu. 

2nd: Sulistiowati

“Bangga sekali aku, setidaknya aku bisa mengalahkan 31 cowok lainnya (Sulistiowati)”

Seperti dalam film “500 days of summer” dimana alur ceritanya maju mundur dengan berbagai macam latar suasana. Kadang diberi latar musim semi di hari ke-208, lalu berganti dengan badai di hari ke-300, musim gugur yang kering di awal-awal film, sampai berakhir terus seperti itu.

Ya, kali ini saya memajukan kepingan cerita ini ke dalam beberapa bulan ke depan saat akhir-akhir tingkat 1. Saat setiap orang menjadi sangat sentimental karena di tingkat selanjutnya, kelas akan diacak dan itu berarti Anda harus cari teman lagi, beradaptasi lagi, dan keluar dari zona nyaman yang sudah terbentuk selama setahun. Padahal, kami sudah sedemikian dekatnya satu sama lain, guyonan kami sudah sangat nyambung, saling mengolok-olok tanpa ada yang tersinggung, dsb.

Kembali ke judul, Kalimat pertama yang saya tulis tersebut adalah winning statement nya mbak Sulis saat mendapatkan award tertampan versi BBF. Kalau boleh jujur, dia memang tampan, setidaknya bila dibandingkan dengan rangga ratriasa yang menempati tempat kedua, mbak sulis jauh lebih tampan. Haha,

Menurutku, hobinya, selain berfoto gaya macho, adalah berantem dengan kami. Sebegitu parahkah? Haha, enggak, Cuma, cara bicaranya yang selalu blak-blak an tanpa melakukan seleksi diksi membuat banyak orang berpikir mbak sulis ini mau ngapain sih yaaaa~

“suatu bangsa dikatakan sebagai bangsa yang besar ketika setiap suku bangsa di dalamnya dapat saling mengejek tanpa membuat sakit hati (bang Zega)”

PS: selamat turun dari kereta untuk naik kereta selanjutnya dalam sebuah perjalanan yang lebih panjang, Bikini Bottom Family. 
PS2: Gambar itu bukan kereta sih, anggap saja helikopter itu kereta. :)



No comments:

Post a Comment