Wednesday 10 December 2014

Rinjani: Pendakian Gagal Pertama sekaligus Paling Berkesan (Bagian 3-Habis)

Hari itu saya mengambil keputusan paling menyesakkan dalam hidup. Memutuskan turun meski puncak tinggal sebukit gundukan pasir saja… Gunung itu adalah gunung yang sama esok, lusa, dan seterusnya. Tak kan lari ia dikejar selama masih ada kesempatan. Dan kesempatan itu baru saja kami ciptakan dengan memutuskan untuk turun, yang artinya kami masih hidup.

Saya lupa tepatnya, pukul berapa kami tertidur, yang jelas baru pukul 6 pagi kami terbangun dan mendapati pagi yang berkabut dan gerimis. Masih sama seperti kemarin. Pucuk pucuk pohon pinus bergoyang-goyang tanda angin masih kencang di luar sana.

Beberapa pendaki keluar dari tendanya, saling menyapa untuk memastikan semuanya baik-baik saja pasca badai yang mencekam semalam meski sambil menunjuk-nunjuk betapa jeleknya bentuk tenda mereka setelah pasaknya bertahan sekuat tenaga agar tak tercerabut dari tanah Pelawangan Sembalun yang tipis akibat abrasi angin.

Saya bergidik ngeri melihat jurang dan segara anakan yang ada di bawah. Membayangkan kembali kemungkinan semalam tenda kecil kami terbawa angin dan tercebur sempurna ke danau, beserta isinya tentu.

Setelah matahari agak tinggi, kabut mulai naik dan menghadiahkan sinar-sinar jingga yang hangat. Membuat tubuh, jaket, tenda, dan semua permukaan tanah menguap. Ahh, hangat sekali. Sejenak terbersit iri kepada pendaki yang memilih waktu yang tepat di musim kemarau. Pasti mentari yang hangat akan mengiringi perjalanan mereka sepanjang hari.

Ada sejenak masa ketika (hampir) semua kabut terangkat sempurna. Menyajikan indahnya Segara Anakan, jalur pendakian Senaru di seberangnya, dan tentu saja, bukit pasir yang mereka sebut puncak. Kami akan kesana nanti, ketika angin sudah tak kencang lagi, ketika gerimis sudah tak cenderung menjadi hujan, dan ketika semangat terisi kembali. Ah ya, sudah waktunya makan pagi.

Kami bergegas mengumpulkan bahan makanan ke satu tenda, menyalakan kompor dan bersiap menanak nasi di depan tenda. Lalu tiba-tiba angin kencang kembali menerbangkan pasir membuat air rebusan kami bercampur pasir. Semakin lama angin semakin kencang dan betapa tak terkejutnya saya ketika menyibakkan pintu tenda, kabut telah kembali mengungkung sekitar. Putih, Gelap. Saya tak perlu kaget kalau hujan pun akan segera turun.

Kami menggigil mengelilingi kompor. Meski di dalam tenda, nasi yang kami masak tak kunjung matang. Badai mulai berisik kembali di luar membuat kami berempat berkumpul satu tenda dalam diam. Berkecamuk dengan pikiran masing-masing. Mau apa setelah ini?

Memandangi Segara Anakan
untuk terakhir kalinya sebelum turun
See You Again 
Usai makan, kami keluar dalam gerimis, mencari informasi mengenai alternatif apa yang akan kami lakukan. Tenda bule sebelah yang semalam diterbangkan angin sudah tak ada. Mungkin sejak pagi tadi memang sudah tak ada, berkemas turun, hanya kami saja yang tak sadar gerak cepat mereka.

Kami bertanya teman di tenda yang lain, katanya mereka akan menanti lagi sehari kalau-kalau cuaca membaik. “Jadi, kalian akan tinggal di tenda ini lagi nanti malam? Di bibir jurang ini? Dengan kemungkinan badai yang sama seperti tadi malam?” Iya begitulah, semoga nanti cerah, kata mereka mengambang. Kami melanjutkan mencari penguatan alasan untuk tetap menginap di sana semalam lagi. Alih-alih mendapatkan jawaban meyakinkan, malah kami dianjurkan para porter untuk segera turun mengingat angin yang semakin kencang. Ditambah lagi ada beberapa pendaki yang nekat naik sejak dini hari sampai pukul 9 belum balik sementara puncak sudah sempurna tertutup kabut.

Meniti Punggungan Pelawangan Sembalun
Singkat cerita, saya putuskan untuk turun setelah menimbang-nimbang keselamatan rombongan. Saya tak mau bersikap oportunis terkait nyawa ketiga teman saya. Dalam gerimis kami berkemas. Lama kami kesulitan melipat tenda yang basah dan tertiup angin kencang. Akhirnya setelah sekian puluh menit, sebuah keril yang basah menggembung siap dibawa turun. Perjalanan turun tak kalah ‘menyesakkan’ dibanding perjalanan naiknya dengan hujan yang tak kunjung jeda serta kaki yang kram dan lecet dimana-mana. Hujan baru mengecil selepas Pos III. Selama perjalanan dari Pos III ke Pos II, kami baru menikmati perjalanan dengan pemandangan bukit teletabis yang luar biasa indahnya di sekeliling. Due on that, suddenly I whispering: MasyaaAllah, Lombok is a blessed island.

The Blessed Island
Pos III ke Pos II
Sebelum sampai Pos II, kami bertemu serombongan pendaki (15 orang) dari Johor Bahru dengan 2 guide yang dibawa dari ekspedisi Gunung sebelumnya: Kerinci dan Semeru, serta beberapa porter lokal yang dibawa dari kaki Sembalun. Mereka ramah dan terus menerus berbagi pengalaman pendakian sepanjang perjalanan sekalipun terdapat banyak salah paham bahasa dimana-mana ketika kami bercakap-cakap dengan bahasa Melayu. Akhirnya, kami sepakat bahwa menggunakan bahasa Inggris malah lebih nyambung. Yang paling membuat kagum adalah mereka bilang, seperti kata pendaki asing lainnya kemarin-kemarin, “Malaysia tak punya volcano, Indonesia is the best lah kalau untuk pendakian volcano. Tapi you nak mesti cuba hike Kinabalu, come Malaysia lah” tetep, endingnya jualan. Kami salut dengan mereka yang sudah datang dari jauh mengagendakan secara rutin mengunjungi gunung-gunung berapi di negara kita.

Karena terus bercerita di sepanjang jalan, kami tak menyadari kalau langkah rombongan ini cepat sekali sampai harus lari-lari kecil di banyak kesempatan untuk mengimbangi agar tetap berada di rombongan tersebut. Sudah pukul 18 sejak kami turun di Plawangan Sembalun tadi pukul 9 pagi. Artinya, sudah sekitar 9 jam kami turun tapi belum ada tanda-tanda akan sampai. Selepas Pos I, saya pura-pura mengambil senter dan mempersilakan rombongan Malaysia tersebut untuk melanjutkan dahulu. Fyuh, akhirnya ngga perlu lari-lari lagi. Iya mereka enak nggak bawa keril, cukup bawa badan saja. Lha kami?

Tinggal kami berempat di Pos I, kami melanjutkan perjalanan dalam gelap dan dalam diam. Rasanya fisik semakin lemah kalau nggak ada yang ngajak ngobrol. Sejam terakhir, sudah tak terhitung berapa kali kami terjungkal-jungkal karena kelelahan. 100 meter terakhir teman saya terduduk tak kuat lagi melangkah. Kami harus berhenti cukup lama, menyeretnya selangkah demi selangkah. Cahaya lampu pemukiman dan ladang penduduk tak pernah tampak begitu menentramkan kecuali saat itu. Alhamdulillahirobbilalamin. Terimakasih ya Rabb, saya membawa naik 3 teman dengan sehat dan kembali membawanya turun dengan selamat meski beratnya perjalanan yang kami lalui. Fix, ini adalah pendakian paling berkesan saya sejauh ini. Akhirnya, saya bisa mengerti, kenapa ada orang yang sudah melakukan persiapan naik gunung dari jauh-jauh hari dengan matang tetapi tetap gagal summit. Akhirnya juga, saya bisa merasakan sendiri badai di atas gunung seperti yang kebanyakan diobrolkan para pendaki gunung.

Epilog:
Seorang teman yang kami kunjungi di Mataram tidak percaya ketika kami katakan baru mendaki Rinjani. “di koran yang kubaca tadi pagi, ada berita Rinjani ditutup lebih awal lho… tanggal 26 Desember udah ditutup karena badai beberapa hari terakhir. Kok bisa kalian naik? Bohong nih…”

Saya tersenyum saja sambil berujar dalam hati “bagus lah kalau ditutup, kami ada di atas sana semalam, tanggal 26 Desember”

Monday 8 December 2014

Our Wedding Invitation

it was easy...
credit to: Moh. Zainul R.
 بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ

baarakallahu lak, wa baaraka ‘alaik, wa jama’a bainakuma fii khair


“Semoga Allah memberi berkah padamu di saat rumah tanggamu dalam keadaan harmonis, dan semoga Allah (tetap) memberi berkah padamu di saat rumah tanggamu terjadi kerenggangan (terjadi prahara), dan semoga Dia (Allah) mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan” 

(HR. Abu Dawud (1819), Tirmidzi (1011), dan yang lainnya, dishohihkan oleh Albani)
Bantul DIY, Ahad, 28 Desember 2014
Bagaimana cara ke sana:

"Gunungsaren Lor RT 80 Kel. Trimurti, Kec. Srandakan, Kab. Bantul, DIY"


Kendaraan Umum

Dari Terminal Bus Giwangan Umbulharjo: naik bus jurusan Srandakan (Bus B atau Bus 55) turun di RS PKU Srandakan. Tinggal jalan kaki sekitar 10 menit ke arah TK ABA Gunungsaren. [Estimasi biaya Rp 10.000 dengan lama perjalanan kira-kira 70 menit]

Dari Stasiun Kereta Api Lempuyangan: naik ojek ke Terminal Giwangan, Lanjut dengan Bus B atau Bus 55 seperti di atas. [Estimasi biaya Rp 25.000 (ojek 15.000) dengan lama perjalanan kira-kira 85 menit]

Dari Stasiun Kereta Api Tugu: naik bus Trans Jogja rute 1A, 1B, atau 3A ke Terminal Giwangan. Lanjut dengan Bus B atau Bus 55 seperti di atas. [Estimasi biaya Rp 13.000 dengan lama perjalanan kira-kira 100 menit]

Dari Stasiun Wates, Kulon Progo: naik ojek motor ke alamat tersebut di atas. [Estimasi biaya Rp 50.000 dengan lama perjalanan kira-kira 20 menit]

Dari Bandara Adisucipto: naik bus TransJogja rute 1A, 1B, atau 3A ke Terminal Giwangan. Lanjut dengan Bus B atau Bus 55 seperti di atas. [Estimasi biaya Rp 13.000 dengan lama perjalanan kira-kira 100 menit]


Sewa Motor/ Kendaraan Pribadi

Sewa motor langganan kami, Resmile Rental (CP: 085643107277) berkenan mengantar motor sewaan (lengkap dengan 2 helm, jas hujan, dan gembok ekstra) sampai tempat perjanjian dengan gratis selama Anda berada di dalam area ring road DIY, Stasiun Lempuyangan atau Terminal Giwangan, misalnya. Dengan biaya Rp 70.000,00 Anda berhak menggunakan motor-motor (yang masih bagus kualitasnya) selama 24 jam penuh. Reservasi segera, sebab, di akhir pekan/ musim liburan, agak sulit mencari rental motor yang masih available. Informasi rental motor lainnya, bisa dicari melalui pencarian di laman google.com

Rute Dari Malioboro/ Stasiun Tugu/ KM 0, berbelok ke barat di Jalan Ahmad Dahlan, lalu belok kiri di sepanjang jalan Taman Sari untuk menuju Jalan Raya Bantul. Lurus saja ke selatan sampai menemui SMAN 1 Bantul dan tak jauh dari itu, ada perempatan yang di papan penunjuknya tertulis ke kiri Pantai Parangtritis, lurus Pantai Samas, kanan Srandakan/ Wates. Ambil arah kanan sampai sekitar 4 km lagi. Ketika masuk desa Trimurti, pelankan laju kendaraan Anda, sebab Anda harus belok ke gang di sebelah kanan jalan. Tetap lurus di gang tersebut sampai menemukan SDN Gunungsaren. Rumah kami terlihat dari pintu gang SDN Gunungsaren. 

Bagi Anda pengguna Smartphone, Anda bisa menggunakan aplikasi google maps atau here maps dari Nokia. Masukkan beberapa detil bermakna yang biasa kami gunakan untuk menuju ke sana: KUA Kecamatan Srandakan, TK ABA Srandakan, Trimurti, Srandakan.

Punya Waktu Luang Setelah/ Sebelum Acara, Kemana?

Izinkan kami mengucapkan, selamat datang di kawasan wisata terpadu, Yogyakarta, yang bahkan hanya dengan berjalan-jalan sekenanya di trotoar kotanya saja telah mampu membuat Anda tersenyum bahagia. Tak berlebihan rasanya, sebab warga Yogya akan refleks menyapa dan tersenyum kepada Anda yang sedang berjalan-jalan tadi, sehingga otomatis, Anda berkewajiban membalas senyum mereka juga kan.

Acara kami dilangsungkan di penghujung tahun yang berada di deretan libur panjang 25,26,27, dan 28 Desember 2014. Jika Anda punya banyak waktu sebelum atau sesudah tanggal 28 Desember, Anda bisa memilih beberapa alternatif tempat wisata yang banyak bertebaran di seluruh penjuru DIY.

Pantai:
Kami rekomendasikan untuk ke pantai-pantai di Gunungkidul yang masih relatif sepi seperti Pantai Wediombo dan Jungwok, Indrayanti, Pok Tunggal, Siung, Baron, Sundak, dsb. Selain itu, Pantai-Pantai di Bantul pun juga layak untuk dipilih seperti nostalgia di Pantai Paragtritis dan Seluncur Pasir di Gumuk Parangkusumo atau wisata kuliner seafood segar di Pantai Depok. 

Goa:
Sebagai informasi, kawasan pegunungan kapur di selatan DIY saat ini sedang dalam proses penilaian UNESCO untuk didaftarkan sebagai Taman Geopark Dunia. Terbayang kan betapa banyak goa-goa eksotis di selatan DIY akibat pembentukan stalagtit dan stalagmit  ratusan tahun.Kunjungi Goa Pindul, Goa Jomblang, dan Goa Kalisuci di Gunungkidul, atau Goa Cerme di Bantul. Nikmati juga body rafting di Goa Pindul dan Kalisuci yang cukup menantang adrenalin.

Air Terjun:
Air terjun Sri Gethuk sangat kami rekomendasikan untuk dikunjungi. Kabarnya, Sri Tanjung di Dlingo, Bantul pun sedang ramai dibicarakan orang karena digunakan sebagai lokasi syuting film "beyond skyline" nya Arnold Schwarzenegger.

Gunung:
Gunung Merapi dengan waktu pendakian 2 hari, nampaknya pas dengan agenda akhir tahun. Nikmati trek pasir dan pemandangan spektakuler dari gunung kebanggaan masyarakat Yogyakarta tersebut.

City View:
Yogya adalah juaranya dalam hal ini. Semua tempat begitu indah dan menarik untuk dieksplor. Berjalanlah di sepanjang trotoar malioboro, KM 0, Alun-alun kidul, dan taman sari. Nikmati keramahan budaya lokal, kearifan penduduknya, dan kelezatan masakan tradisionalnya. Sebut saja, Mangut Mbah Marto, Mie Lethek Mbah Mo, Ayam Goreng Mbah Cemplung, Gudeg Yu Jum, Tempe Bacem Beringharjo, Soto Lenthok Lempuyangan, atau Kopi Jos dan Sego Kucing di sepanjang angkringan. Cinderamata? Dagadu, Beringharjo, Bakpia Patuk, Kasongan, dan Kotagede adalah tempat-tempat yang sayang untuk dilewatkan. Sampai dengan tanggal 3 Januari 2015, Yogyakarta juga menyelenggarakan upacara sekaten yang akan menampilkan banyak festival rakyat.


"Tangunan RT/RW 1/1 Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur"

Kendaraan Umum

Dari Bandara Internasional Juanda Sidoarjo: Anda bisa memilih bus damri menuju Terminal Purabaya (Bungurasih) dengan ongkos Rp 20.000,00. Lalu Anda bisa menggunakan semua bus jurusan Solo/Yogya ke Terminal Kertajaya Mojokerto dengan harga Rp 6.000 saja. Lantas, di dalam terminal ada angkutan umum L300 berwarna hijau tua jurusan Pacet. Naiklah angkutan itu dengan membayar Rp 6.000 dan sebutlah "Tangunan" untuk berhenti di seberang Masjid Jami' Al Abror. Rumah kami tampak dari masjid tersebut. (Estimasi waktu: 90 menit)

Stasiun Kereta Api Mojokerto: Untuk semua kereta jalur selatan Pulau Jawa, Stasiun Mojokerto ada dalam daftar pemberhentian wajib sebelum masuk Kota Surabaya. Dari seberang jalan depan stasiun, cegat angkot line B atau C ke arah Terminal Kertajaya (Rp 4.000,00). Lanjut dengan angkutan umum L300 hijau tua jurusan Pacet. (Estimasi waktu: 45 menit)

Stasiun Surabaya Pasar Turi: Jika Anda kebetulan memilih kereta api Jalur Utara Pulau Jawa, maka Anda tidak melewati stasiun kereta api Mojokerto. Tetapi berakhir di Stasiun Pasar Turi. Dari Stasiun ini, Anda bisa menaiki bus umum ke arah terminal Purabaya seharga Rp 5.000,00 dan melanjutkan perjalanan dengan moda transportasi seperti di atas.

Sewa Motor/ Kendaraan Pribadi

Dari Malang/ Pasuruan: 
Sebagai kota wisata, Malang menawarkan banyak rental motor/mobil seperti halnya Yogyakarta. Ambil jalur jalan Nasional Surabaya Malang. Berbeloklah di Apolo untuk masuk ke daerah Pasuruan dan tetaplah di Jalan Utama Provinsi yang menghubungkan Mojokerto-Pasuruan. Di pertigaan Pasinan, ambil arah ke selatan (arah Pacet). Kebut kendaraan Anda di Jalan desa selebar 8 meter sepanjang 5 km untuk sampai di Desa Tangunan.

Dari Surabaya:
Pilih jalur Nasional Surabaya-Solo/Yogya. Hati-hati, sebab Anda harus berbagi jalan dengan bus-bus besar, mobil-mobil pabrik, dan mobil-mobil pengangkut alat berat. Banyak jalan yang bergelombang akibat beban kendaraan yang berlebihan. Better, alon-alon waton kelakon.
Sampai sekitar 30 km, Anda memasuki kabupaten Mojokerto dan di by pass Terminal Kertajaya, ambil arah ke timur sepanjang 2 km untuk menemui pertigaan pertama ke arah Pacet. Selanjutnya, sama. Kebut kendaraan Anda di Jalan desa selebar 8 meter sepanjang 5 km untuk sampai di Desa Tangunan.

Setelah Acara Kemana?

Sekilas Mojokerto:
Mungkin Mojokerto tidak sekomplit Yogyakarta, senyaman Yogyakarta, semenarik Yogyakarta. Warga Jawa Timur pada umumnya tidak lantas tersenyum kepada orang asing tanpa alasan seperti halnya warga Ngayogyakarta Hadiningrat. Jawa Timur dibesarkan oleh sejarah perang dan penaklukan kerajaan-kerajaan yang, salah satunya, menjadi cikal bakal berdirinya Nusantara, Majapahit. Perlu Anda tahu, Mojokerto adalah pusat peradaban Kerajaan terbesar yang pernah ada di negeri ini. Pusat pemerintahannya ada di Trowulan dimana fosil-fosil peradaban Nusantara abad XIII berserakan dimana-mana, di setiap sudut desa. Candi Tikus yang terpendam di kedalaman tanah, Kolam Petirtaan para Raja, Candi Brahu, Mistisnya Candi Minak Jinggo, Pendopo Agung yang menyimpan patak batu tempat mengikat gajah yang melegenda (Anda yang menggemari pelajaran sejarah pasti tahu kenapa patak batu tersebut spesial), Candi Bajang Ratu, Wringin Lawang, dsb. Eksplore lebih jauh sendiri, temukan candi-candi yang masih dalam tahap proyek pengerukan dari dalam tanah oleh Dinas Purbakala yang jumlahnya belasan.

Gunung:
Jelajah Gunung kesayangan para pendaki Mojokerto, Gunung Penanggungan. Gunung ini banyak dipercaya sebagai Puncak sejati Mahameru. Kenapa? Sebab, gunung ini menyimpan begitu banyak candi hindu yang menempel di sepanjang jalur pendakian. Petirtaan Candi Jolotundo di kaki gunung ini adalah tempat dingin yang sangat kami rekomendasikan untuk dikunjungi. Kabarnya, sumber air di candi ini mengandung mineral tertinggi ketiga di dunia. Cukup 3 jam saja dengan kecepatan normal untuk sampai di Puncak. Jika malas mendaki, pilihlah kawasan wisata Pacet di kaki Gunung Arjuno Welirang yang memiliki pemandian panas, air terjun Coban Canggu, dan kuliner sate kelinci.

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang mendunia itu juga hanya 3 jam dari Mojokerto. Jika Anda punya waktu cukup, agendakan berjumpalitan di Bukit teletabis Blok Sabana, menahan napas takjub menanti kabut tersingkap di Gardu Pandang Seruni Penanjakan, atau penasaran mendengarkan percakapan pasir berbisik di lautan Pasir Bromo.

Museum:
Museum Majapahit, koleksinya sangat lengkap. Terdapat kegiatan ekskavasi rekonstruksi peninggalan pemukiman kuno jaman kejayaan Mojopahit di samping Museum. Mungkin agak berlebihan, tapi saya jadi berimajinasi tentang proyek laskar terakota di China ketika melihat proyek itu dari balkon yang dibangun di atasnya. Maha Vihara Majapahit juga layak dikunjungi untuk melihat The Sleeping Giant Budha.
Akhirnya, hati-hati di jalan, semoga berkenan hadir dan memberikan doa keberkahan kepada kami berdua. 

...
kita begitu berbeda dalam semua,
kecuali dalam cinta (Gie, Sebuah Tanya)